JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudistira mewaspadai impor bakal mempengaruhi neraca dagang Indonesia. Terutama pada akhir tahun.
Lantaran, jelang diskon besar-besaran di ecommerce, barang impor ikut menanjak. Ini akibatnya ke surplus perdagangan tapi tidak semua berkualitas alias tidak banyak membantu penguatan kurs rupiah.
Baca juga: Neraca Dagang RI 7 Kali Surplus, Apa Dampaknya?
"Ke depan tren impor barang konsumsi bisa naik tinggi jika pengawasan di ecommerce lemah terhadap porsi barang impor," kata Bhima saat dihubungi MNC Portal, Jakarta, Selasa (15/12/2020).
Kata dia, surplus neraca dagang cenderung menurun dibanding bulan sebelumnya karena terjadi kenaikan ekspor yang disumbang oleh penjualan migas. Harga minyak mentah memang cenderung menguat sepanjang bulan november lalu.
Baca juga: Neraca Perdagangan RI Surplus USD2,62 Miliar, 7 Kali Berturut-turut!
"Itu yang membuat kinerja ekspor migas naik 27,4% dibanding bulan sebelumnya. Sementara ekspor non migas juga positif karena adanya pemulihan permintaan di negara utama seperti China naik 16%, Jepang 11,6%, dan India 10%. Sementara ekspor ke AS masih terkontraksi sebesar -1,88%," imbuhnya.
Lalu, dari kinerja impor tumbuh cukup tinggi yakni 17,4% dibanding oktober. Kondisi ini yang menyebabkan surplus perdagangan menurun. Adanya kenaikan impor barang modal sebesar 31,5% mengindikasikan proyek-proyek yang dikerjakan BUMN bidang konstruksi kembali digenjot. Salah satunya untuk pembelian mesin-mesin.
"Sementara impor bahan baku naik 13% bukti industri manufaktur kembali bergairah. Tapi perlu dicermati adanya kenaikan impor barang konsumsi sebesar 25,5% berkorelasi dengan persiapan pedagang menyambut Harbolnas," tandasnya.
(Fakhri Rezy)