JAKARTA - Presiden Joko Widodo memangkas tunjangan kinerja (tukin) Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga Rp10,8 Triliun pada 2022. Anggaran tukin yang dipangkas untuk Tunjangan Hari Raya (THR) dan Gaji ke-13 PNS.
Gaji PNS berasal dari tunjangan yang diberikan, mulai dari tunjangan istri, anak hingga kinerja. Lalu apakah soal potongan yang dilakukan pemerintah sudah optimal? Berikut fakta-fakta terkait anggaran yang harusnya dipangkas Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: Sri Mulyani: Dunia Berjuang untuk Sehatkan APBN
1. Kebijakan Potong Anggaran Harus Diperluas
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, seyogyanya kebijakan potongan anggaran juga menyasar Presiden, Menteri, Eselon I di kementerian dan lembaga, hingga Kepala Daerah.
Pertimbangan utamanya terkait dengan penghematan anggaran untuk diprioritaskan sektor kesehatan dan belanja perlindungan sosial. Dua pertimbangan ini memang masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) di tahun mendatang.
"Bagi pejabat negara yang besar sebenarnya bukan gajinya, melainkan tunjangan jabatan. Kalau mau dipangkas mulai dari Presiden, Menteri sampai Eselon I di kementerian lembaga dan Kepala Daerah. Pertimbangan utama berkaitan dengan penghematan anggaran untuk prioritas kesehatan dan belanja perlindungan sosial," ujar Bhima.
Baca Juga: Tak Hanya PNS, Tunjangan Presiden hingga Menteri Juga Perlu Dipangkas
2. Keuangan Negara Tidak Sehat
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, defisit anggaran masih cukup tinggi sehingga butuh lebih banyak pos yang bisa dipangkas. Hitungannya, bila defisitnya anggaran tinggi, maka beban utang semakin besar dan menyebabkan keuangan negara tidak sehat.
Pertimbangan berikutnya terkait dukungan moral dan empati para pejabat terhadap kesulitan ekonomi masyarakat selama pandemi Covid-19. Tercatat, selama pandemi banyak warga yang mendadak menjadi pengangguran dan orang miskin baru.