JAKARTA - Ekonomi Myanmar mengalami penurunan. Warga Myanmar pun dihantui kelaparan di tengah ekonomi yang anjlok, ketidakstabilan politik dan pembatasan akibat Covid.
Bank Dunia memperkirakan bahwa ekonomi Myanmar akan menyusut sebesar 18% tahun ini dan tingkat kemiskinan kemungkinan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2022.
Sementara itu, menurut World Food Program, harga beras di Myanmar telah meningkat lebih dari 18% dan minyak nabati telah meningkat dua kali lipat dalam 12 bulan terakhir,
Perbankan Myanmar 'di ambang kehancuran'
Sistem perbankan Myanmar berada di ambang kehancuran. Setelah kudeta, masyarakat bergegas menarik tabungannya.
Sebagai tanggapan, bank kemudian membatasi berapa jumlah uang yang dapat diambil.
Baca Juga: Malaysia Ancam Larang Myanmar Hadir dalam KTT ASEAN
Sejak Maret, bank sentral Myanmar membatasi penarikan tunai hingga 2 juta Kyat (Rp2,3 juta) seminggu dan 20 juta Kyat (Rp23,4 juta) bagi sebagian besar perusahaan.
Warga Yangon Ma Khine menceritakan harus bangun pagi-pagi untuk menunggu antrean panjang di mesin ATM dengan harapan bisa menarik sejumlah uang. Bank KBZ di Myanmar Plaza tempat tujuannya, buka pukul enam pagi dan mengeluarkan token untuk sejumlah pelanggan terbatas.
Namun meskipun Anda salah satu yang beruntung mendapatkan token, tidak ada jaminan bahwa masih akan ada uang di mesin saat giliran Anda tiba.
Baca Juga: Menlu: Mitra Luar Negeri Apresiasi Peran Sentral Indonesia di Isu Myanmar
"Hanya tiga dari sepuluh mesin yang bekerja pada satu waktu, dan bank tidak akan menambahnya lagi," papar Ma Khine, dikutip dari BBC Indonesia, Rabu (6/10/2021).
"Jika Anda tidak bisa menunggu, maka Anda harus membayar sogokan di pasar gelap," tambahnya.
Ketika dia melakukan hal itu pada bulan lalu dia harus membayar komisi 12% demi menarik uangnya sendiri.