Pada usia sembilan tahun, Elizabeth muda menulis surat kepada ayahnya yang menyatakan bahwa hal yang "ia inginkan dalam hidup ialah menemukan hal baru, sesuatu yang tidak pernah terbayangkan oleh umat manusia".
Ketika ia masuk ke jurusan teknik kimia Universitas Stanford pada 2002, ia mengembangkan ide tentang plester yang dapat mendeteksi infeksi pada penggunanya dan melepaskan antibiotik sesuai kebutuhan.
Orang tua Holmes menjalani sebagian besar karier mereka sebagai birokrat di pemerintahan AS namun "mereka sangat tertarik pada status" dan "hidup untuk jalin koneksi", ungkapnya kepada BBC.
Pada usia sembilan tahun, Elizabeth muda menulis surat kepada ayahnya yang menyatakan bahwa hal yang "ia inginkan dalam hidup ialah menemukan hal baru, sesuatu yang tidak pernah terbayangkan oleh umat manusia".
Ketika ia masuk ke jurusan teknik kimia Universitas Stanford pada 2002, ia mengembangkan ide tentang plester yang dapat mendeteksi infeksi pada penggunanya dan melepaskan antibiotik sesuai kebutuhan.
Pada usia 18 tahun, ia telah memperlihatkan kekerasan pendirian yang tampaknya terus ia miliki dan mendorong perusahaan yang ia dirikan pada tahun berikutnya.
Phyllis Gardner, pakar farmakologi klinis di Stanford, pernah berdiskusi dengan Holmes tentang ide plesternya dan mengatakan kepadanya bahwa itu "tidak akan berhasil".
"Ia hanya menatap saya," kata Dr. Gardner kepada BBC.
"Dan ia tampaknya yakin seratus persen akan kejeniusannya. Ia tidak tertarik dengan kepakaran saya dan itu membuat saya kesal."
Ide yang memikat
Beberapa bulan kemudian Holmes keluar dari Stanford, usianya 19 tahun, dan meluncurkan Theranos, kali ini dengan ide melakukan tes darah lengkap hanya dari setetes sampel - gagasan yang revolusioner, jika terbukti berhasil.
Ide tersebut memikat orang-orang berpengaruh, yang kemudian berinvestasi di Theranos tanpa melihat catatan finansial yang telah diaudit.
Menteri Keuangan AS George Schultz, Jenderal Angkatan Darat terhormat James Mattis (yang belakangan menjadi bagian dalam pemerintahan Presiden Trump), dan keluarga terkaya Amerika, Waltons, termasuk para pendukungnya.
Dukungan itu memberi Holmes kredibilitas, begitu juga tingkah lakunya.
"Saya tahu dia punya ide brilian ini dan dia berhasil meyakinkan semua investor dan ilmuwan ini," kata Dr. Jeffrey Flier, mantan dekan Sekolah Kedokteran Harvard, yang makan siang bersama Holmes pada 2015.
"Dia begitu percaya diri, namun ketika saya menanyakan beberapa pertanyaan tentang teknologinya tampaknya dia tidak mengerti," imbuh Dr. Flier, yang tidak pernah menilai teknologinya secara formal.
"Kelihatannya sedikit aneh, tapi waktu itu saya tidak berpikir itu penipuan."
Skandal Theranos mulai terkuak pada 2015, ketika seorang pembocor rahasia mengungkapkan kekhawatiran tentang alat tes yang dikembangkan perusahaan tersebut, Edison.
Surat kabar Wall Street Journal menulis seri berita ekspose yang mengklaim bahwa hasil tesnya tidak dapat diandalkan dan perusahaan tersebut telah menggunakan mesin-mesin yang dibuat oleh perusahaan lain dan tersedia secara komersial untuk melakukan sebagian besar tesnya.
Gugatan hukum pun menumpuk, para mitra memutus hubungan, dan pada 2016 regulator di AS melarang Holmes mengoperasikan jasa tes darah selama dua tahun.
Pada 2018, Theranos bubar.