JAKARTA - Presiden Jokowi berkomitmen turunkan emisi karbon yang tertuang dalam Paris Aggrement atau COP 21. Komitmen tersebut mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 39% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada 2030. Pemerintah juga berkomitemen mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Namun, Direktur Executive Energy Watch menilai, komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca tidak didukung sampai dengan tingkat kementerian. Di mana Kementerian Lingkungan Hidup menerbitkan Permen LHK No 11 Tahun 2021 Tentang Baku Mutu Emisi Pembakaran Dalam.
Baca Juga: Serius Nih! RI Stop Jual Kendaraan BBM hingga Pakai Nuklir
Menurut Mamit, Permen LHK membuat kenaikan Nitrogen Oxide (NOx) atau lebih tinggi dibandingakan Permen LHK No 15 Tahun 2019 untuk pembangkit listrik tenaga diesel.
“Terjadi peningkatan kadar Nitrogen Oxide (NOx) yang cukup besar jika dibandingkan dalam peraturan sebelumnya. Permen LHK No 15/2019 mengatur kebijakan untuk pembangkit listrik tenaga disel dengan kapasitas di bawah 3 MW kadar baku mutu NOx adalah sebesar 1400 mg/Nm3 @5% O2 dan pembangkit diesel dengan kapasitas di atas 3 MW baku mutu NOx adalah sebesar 1200 mg/Nm3 @5% O2.” terang Mamit, Senin (7/2/2022).
Sedangkan dalam Permen LHK No 11/2021 kebijakan tersebut dirubah untuk pembangkit diesel dengan kapasitas di atas 1000 KW kadar baku mutu Nitrogen Oxide (NOx) adalah sebesar 2300 mg/Nm3 @15% O2.Jika kita kalkulasi dengan menggunakan 5% O2 sesuai dengan permen sebelumnya maka kadar NOx menjadi 6133 mg/Nm3 @5% O2. Jika kita bandingkan, adanya peningkatan baku mutu emisi NOx yang sangat besar.
"Hal ini jelas membahayakan bagi kesehatan lingkungan di daerah yang terdapat adanya pembangkit listrik diesel tersebut," ujarnya.