JAKARTA - Pemerintah telah berkomitmen dalam pengurangan emisi karbon melalui ratifikasi Perjanjian Paris yang tercermin dalam UU No 16/2016.
Dalam Perjanjian Paris tersebut, Indonesia diharuskan untuk menguraikan dan mengkomunikasikan aksi dalam ketahanan iklim pasca 2020 yang dalam dokumen Kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC).
Dalam dokumen NDC tersebut, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada 2030.
Selain komitmen dalam NDC, pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 yang akan datang.
"Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan upaya yang tidak mudah dan komitmen yang kuat oleh Pemerintah," kata Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dalam keterangan tertulisnya, Jakarta Sabtu (2/4/2022.
Menurut Mamit, salah satu upaya untuk mencapai target tersebut adalah meningkatkan populasi mobil listrik di Indonesia. Melalui peningkatkan penggunaan mobil listrik, maka akan tercipta beberapa hal yang menguntungkan bagi Indonesia.
"Melalui peningkatan populasi mobil listrik, kita bisa mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Jika tidak ada upaya untuk mengurangi populasi mobil konvensional, maka sektor transportasi akan menyumbang sebesar 0.28 milyar tCO2e/tahun dan 0.86 milyar tCO2e/tahun pada 2060," kata Mamit.
Mamit menjelaskan bahwa dengan 1 liter BBM dengan jarak tempuh 10 km maka akan dihasilkan 2,6 kg CO2, sedangkan untuk 1 kWh mobil listrik dengan jarak tempuh 10 km menghasilkan 1,27 kg CO2.
"Selain dari emisi CO2 yang dihasilkan lebih sedikit, biaya yang dikeluarkan untuk 1kWh hanya sebesar Rp1.500 setara dengan 1 liter BBM seharga Rp12.500. Jadi, harganya lebih murah dan masyarakat bisa lebih berhemat," kata Mamit.