Jika proyeksi Bhima ini terjadi, dia bilang, stabilitas nilai tukar rupiah akan terganggu juga.
Dia menyebut belum lagi ada peristiwa global yang menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
"Saya khawatir nilai tukar rupiah bakal terganggu dengan kebijakan ini. Bisa-bisa dalam jangka pendek nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa merangkak di kisaran Rp14.600 hingga Rp15.000 per dolar AS," ucapnya.
BACA JUGA:Ekspor Minyak Goreng Dilarang, Pengusaha: Jika Berdampak Negatif Mohon Dievaluasi
Di sisi lain, dia menilai, kebijakan pemerintah tersebut hanya akan mengulang kesalahan stop ekspor mendadak pada komoditas batu bara pada Januari lalu.
Menurutnya, pemerintah cukup mengembalikan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) CPO sebesar 20% yang sempat ditetapkan sebelumnya.
"Sebenarnya kalau hanya pemenuhan kebutuhan dalam negeri, tidak perlu stop ekspor. Hanya mengulang masa lalu. Yang seharusnya dilakukan cukup kembalikan kebijakan DMO CPO sebesar 20%. Kemarin saat ada DMO kan isinya soal kepatuhan produsen yang rendah dan berakibat pada skandal gratifikasi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung)," jelasnya.