JAKARTA - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan diisukan akan direvisi. Rencana tersebut dinilai mengancam 24 juta masyarakat yang menaruh hidup dari tembakau.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan bahwa ekosistem pertembakauan jangan hanya dipandang sebagai satu pihak. Ekosistem pertembakauan adalah persatuan, keterikatan mata rantai seluruh elemen petani tembakau, petani cengkeh, buruh tani, pekerja pabrik, pekerja kreatif, UMKM, retail, industri hingga konsumen.
Baca Juga: Serikat Tembakau RI Tolak Intervensi Asing dalam Pembuatan Kebijakan
“Pemerintah harus mampu menjaga keseimbangan dan keberlanjutan ekosistem pertembakauan. Ekosistem ini memberikan sumbangsih yang luar biasa pada negara. Menyerap 6 juta tenaga kerja tapi perlakuan terhadap ekosistem pertembakauan sangat tidak adil. Kontribusi kami nyata, maka dari sisi regulasi, tolong berimbang. Kami menolak tegas revisi PP 109/2012. Jangan ekosistem pertembakauan ini hanya dihisap dan tidak diberi nutrisi. Ironis! ”ujarnya, Rabu (27/7/2022).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Dahlan Said menegaskan bahwa dari dulu hingga sekarang, ekosistem pertembakauan konsisten memberikan sumbangsih kepada pemerintah.
“Oleh karena itu, bantu kami berjuang untuk mempertahankan keberlangsungan ekosistem pertembakauan. Kami dari petani cengkeh, kami mohon dengan sangat, bantu kami mempertahankan mata pencaharian hidup kami. Jangan semakin ditekan dengan rencana revisi PP 109/2012,” sebut Dahlan .
Baca Juga: 6 Negara Penghasil Tembakau Terbesar di Dunia, Indonesia Termasuk Lho
Dalam prosesnya, regulasi yang berkaitan dengan ekosistem pertembakauan, baik di tingkat regional maupun nasional, sebut Soeseno, Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Inkonsistensi regulasi ini terus menekan para petani tembakau. Ia menuturkan, regulasi yang ada selama ini kental dengan unsur dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
“Kental sekali dengan unsur tangan-tangan asing untuk mengendalikan bagaimana tembakau dan produknya. Ujung dari tekanan dan larangan yang diadopsi dalam regulasi yang ada, sudah jelas petani yang dirugikan. Petani diminta untuk konversi tanaman tembakau ke tanaman lain tanpa memberikan solusi yang komprehensif dan jangka Panjang. Kami, petani tembakau mengecam dan menolak revisi PP 109/2012,” sebut Soeseno.