JAKARTA - Presiden Jokowi menceritakan soal smelter Freeport yang lama tidak dibangun-bangun. Apalagi sebelum pemerintah menjadi pemilik mayoritas saham Freeport.
"Dulu Freeport saya perintah untuk bangun smleter saja tidak pernah dengerin. Begitu Freeport 51% milik kita. Tahun lalu smelter saya perintah langsung dibangun karena sudah mayoritas milik kita," tuturnya dalam acara Silaturahmi Nasional PPAD 2022, Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Smelter ini merupakan salah satu industrialisasi yang dilakukan Indonesia. Dengan ini, banyak manfaat yang bisa didapat negara.
"Nanti kita lihat dari tembaga smeltering ini dapat berapa triliun. Tapi saya meyakini ini bisa 20 kali," tuturnya.
Malah, lanjut Jokowi, dari dulu yang hanya ekspor tembaga Freeport bisa diketahui apakah kandungan yang dikirim lebih banyak tembaga atau emas. Hal ini akan diungkap saat smelter Freeport nantinya beroperasi.
"Kadang kita kirim bukan hanya tembaga, bahan mentah kirim di dalamnya ada emasnya juga mana kita tahu. Nanti kalau smetler jadi baru kita tahu. 40 tahun lebih mungkin kita dibohongi, emasnya mungkin lebih banyak dari tembaganya, tapi saya belum bisa sampaikan karena belum produksi di smelter," tuturnya.
Sementara itu Presiden Jokowi akan menghentikan ekspor bahan mentah timah dan bauksit. Di mana pada 2017, Kepala Negara memutuskan untuk menghentikan ekspor nikel.
"Setelah Nikel distop, walaupun belum rampung di WTO. Kita akan stop tahun ini mungkin timah atau bauksit stop," tuturnya.
Dirinya pun memerintahkan BUMN, swasta untuk bekerjasama mengolah timah dan bauksit di dalam negeri. Jika belum ada teknologi yang mumpuni, bisa dikerjasamakan dengan pihak lain.
"Kalau belum siap ambil partner asing tidak apa-apa, kenapa kita alergi. Tapi pabrik industrinya ada di dalam negeri," tuturnya.
Menurut Presiden, sudah waktunya Indonesia berbenah dengan menyiapkan hilirisasi dan industrialisasi. Pasalnya, keuntungan hilirisasi lebih besar dibanding hanya ekspor bahan mentah.
"Yang tidak berani dilakukan dalam kurun lama sekali yaitu hilirisai, industrialisasi. Sejak zaman VOC, ekspor bahan mentah memang itu paling enak. Batu bara keruk kirim bahan mentah, nikel keruk kirim bahan mentah. Tembaga Freeport keruk kirim bahan mentah," ujarnya.
Bertahun-tahun, kata Jokowi, Indonesia menikmati hal tersebut tapi lupa pondasi industrialiasi. Menurutnya, industrialisasi memberikan untung yang jauh lebih besar pada negara.
"Saya beri contoh nikel ekspor bertahun-tahun nilainya 2014 itu USD1,1 miliar kira kira Rp15 triliun per tahun. Begitu kita stop 2017, ekspor di 2021 mencapai Rp300 triliun lebih. Dari Rp15 triliun melompat Rp300 triliun dan itu baru satu komoditi," ujarnya.
Meski kebijakan stop nikel RI digugat Uni Eropa ke WTO, Jokowi mengaku siap menghadapi masalah tersebut. Dirinya memastikan bahwa Indonesia tidak lagi mengirim bahan mentah, nikel.
"Saya sampaikan silakan digugat, akan saya hadapi. Indonesia akan hadapi," tuturnya.
Dia melanjutkan bahwa pemerintah sudah menyampaikan alasan-alasan yang logis kepada WTO terkait stop ekspor nikel. Dirinya meyakini bahwa gugatan tersebut dimenangkan Indonesia.
"Barang-barang kita sendiri, nikel-nikel kita sendiri, kenapa Uni Eropa ramai dan menggugat. Karena industri baja mereka tidak ada memasok bahannya. Industrinya sekarang beralih ke Indonesia," tuturnya.
Manfaat dari hilirisasi pun mulai terasa di mana penerimaan pajak tentu meningkat. Di mana pendapatan dari ekspor nikel dulu hanya Rp15 triliun, sekarang menjadi Rp300 triliun dengan mengolah sindiri di dalam negeri.
"Apa yang kita dapatkan dengan industrialisasi, pertama pajak kepada pemerintah melompat tadi dari Rp15 triliun, pajak berapa. Rp300 triliun dapat berapa. Bisa lipat 20 kali. Lapangan kerja juga ada di Indonesia bukan di Uni Eropa. Inilah hal lama tidak kita pikirkan," ujarnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)