Oleh karena itu, APBN 2023 akan dirancang agar mampu menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak perekonomian dan ketidakpastian global yang terjadi.
“Ini kita sering menyebutkan sebagai shock absorber. Namun, di sisi lain Bapak Presiden juga meminta agar APBN tetap dijaga supaya tetap kredibel dan sustainable atau sehat, sehingga ini adalah kombinasi yang harus dijaga” tandas Sri, Selasa (9/8/2022).
4. Pada 2022 Dunia Diproyeksikan Alami Pelemahan Pertumbuhan Ekonomi
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, pada 2022 dunia akan diproyeksikan mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi, sementara inflasinya meningkat.
Hal ini didukung dengan Dana Moneter Internasional (IMF) yang telah menurunkan proyeksi ekonomi global dari 3,6% ke 3,2% untuk tahun ini dan dari 3,6% menjadi 2,9% untuk tahun 2023.
“Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat. Menurut IMF, tahun ini inflasi akan naik ke 6,6% dari sisi di negara maju, sementara inflasi di negara-negara berkembang akan pada level 9,5%,” jelasnya.
5. Respons Ekonom
Ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira mengungkapkan, ekonomi dunia menghadapi badai yang sempurna atau perfect storm.
"Perfect storm itu di mana inflasi tinggi terjadi di berbagai negara yang membuat daya beli menurun," ujarnya kepada Okezone, Selasa (9/8/2022).
Padahal, lanjut Bhima, konsumsi masyarakat baru sembuh dari pandemi. Biaya bahan baku berbagai jenis industri kembali meningkat, ditambah dengan meluasnya konflik geopolitik ke negara seperti Taiwan. Hal ini memicu gangguan rantai pasok yang signifikan.
"Industri manufaktur yang kontribusinya 20% dari PDB sulit untuk bertahan. Ujungnya adalah kebangkrutan massal," tuturnya.
(Feby Novalius)