JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggelar webinar hilirisasi mineral dan batu bara (minerba) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), guna mendorong percepatan hilirisasi timah di Negeri Serumpun Sebalai itu.
"Saat ini industri pertambangan bukan hanya sekedar gali-jual, gali-jual saja, tetapi sudah memasuki fase pengolahannya," kata Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin saat webinar hilirisasi minerba di Pangkalpinang, Senin (19/9/2022).
Dia mengatakan ada empat hal yang ingin disampaikan, pertama industri pertambangan bukan lagi hanya urusan anak geologi pertambangan.
BACA JUGA:Menteri ESDM Buka Suara soal BBM Ramah Lingkungan
Kedua, kebijakan pemerintah khususnya, yang disampaikan presiden. Bagaimana satu aspek dapat dilihat dari nilai tambahnya, juga melihat sisi lain investasinya.
"Ketiga, bahwa aspek teknologi dibutuhkan dalam hal ini, terutama para pakar profesi dari Indonesia, sehingga menurunkan ketergantungan terhadap teknologi yang diimpor dari luar," katanya.
Keempat adalah tahap operasional, seperti Freeport misalnya yang panjang prosesnya.
Dari pembangunan smelter, lokasi membangunnya, penetrasi pasarnya, itu pengalaman penting.
"Inilah yang menjadi alasan karena melihat industri timah di Bangka Belitung yang sebagian besar masyarakat dan struktur sosial ekonominya, bergantung pada tambang timah tersebut, sehingga jika tidak dipersiapkan dengan baik, apabila ada goncangan pada industri ini maka akan berdampak tidak baik untuk Bangka Belitung," katanya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Badan Geologi Kementerian ESDM membeberkan bahwa Indonesia memiliki potensi 'harta karun super langka, dalam hal ini adalah Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element/REE.
Harta karun super langka itu memang menjadi incaran dunia karena jarang dimiliki oleh negara-negara lain.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono mengatakan bahwa Indonesia menyimpan potensi Logam Tanah Jarang, namun sejauh ini Indonesia masih perlu banyak belajar mengenal mineral yang disebut mineral kritis tersebut.
Mengingat, sejauh ini baru China yang paling pesat dalam pengembangan LTJ.
"Namanya juga mineral jarang, keberadaannya hanya di lokasi tertentu, gak semua negara punya. Karena jarang, hukum ekonomi barang langka dan jarang menjadi mahal, lebih jauh dari batu bara misalnya, coba dilihat lithium berapa harganya. Tapi memang mahal itu per gramnya," ungkapnya.
Dia menerangkan untuk harta karun super langka ini, Indonesia memang masih harus banyak belajar mengetahui dengan begitu semua potensi bisa diketahui di Indonesia berapa sumber daya alamnya dan cadangannya.
"Namun potensi itu ada, tahunya dari mineral kritis tadi sebenarnya sudah dideteksi keberadaannya bersamaan dengan mineral utama saat menggali timah, di situ ada LTJ nya ternyata," jelasnya.
Lebih lanjut, pihaknya sendiri telah melakukan penyelidikan terkait dengan adanya logam tanah jarang di beberapa wilayah di Indonesia.
Misalnya di Bangka Belitung di dalam proses kandungan timah.
(Zuhirna Wulan Dilla)