Berdasarkan komponen, inflasi harga diatur pemerintah (Administered Prices) mengalami inflasi sebesar 6,18% (MtM) sehingga inflasi tahun kalendernya mencapai 11,99% (YtD) dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 13,28% (YoY). Bensin memberikan andil sebesar 0,89% sementara solar memberikan andil 0,03%. Penyesuaian harga BBM tersebut juga mendorong adanya kenaikan harga pada berbagai tarif angkutan seperti tarif angkutan dalam kota (andil inflasi 0,09%), tarif angkutan antar kota (andil inflasi 0,03%), tarif angkutan roda 2 online (andil inflasi 0,02%) dan tarif angkutan roda 4 online (andil inflasi 0,01%).
“Inflasi tarif angkutan diperkirakan masih akan dirasakan pada bulan Oktober, melihat beberapa daerah belum melakukan penyesuaian tarif. Namun diharapkan dampaknya tidak akan terlalu besar, mempertimbangkan daerah mulai dapat menjalankan program pengendalian inflasi termasuk bantuan di sektor transportasi maupun logistik, dari penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) maupun belanja wajib 2% Dana Transfer Umum (DTU),” imbuh Airlangga.
Inflasi harga pangan bergejolak (Volatile Food), tercatat mengalami deflasi sebesar -0,79% (MtM) atau 9,02% (YoY). Aneka komoditas hortikultura yang memberikan andil deflasi tertinggi yakni bawang merah, cabai merah dan cabai rawit masing-masing sebesar -0,06%, -0,05% dan -0,02%. Penurunan harga disebabkan tercukupinya pasokan seiring masih berlangsungnya musim panen raya di berbagai daerah sentra produksi. Sementara beras masih mengalami kenaikan pada September dan memberikan andil inflasi 0,04%.
“Beras telah mengalami peningkatan dalam tiga bulan terakhir, sehingga dihimbau bagi seluruh daerah untuk meningkatkan pelaksanaan operasi pasar maupun program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) berkoordinasi dengan Bulog setempat,” sambung Airlangga.
Memperhatikan kondisi ekonomi global yang penuh tantangan bahkan diperkirakan mengalami resesi, kinerja impresif pada aktivitas sektor riil ini menjadi bukti ketahanan ekonomi domestik.
Sebagaimana diketahui, proyeksi pertumbuhan ekonomi global terus dikoreksi, baik oleh IMF maupun Bank Dunia. Terakhir bahkan Bank Dunia merevisi pertumbuhan ekonomi Asia Timur termasuk China menjadi 3,2%, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5%. Kondisi ini berimplikasi pada potensi melemahnya permintaan luar negeri, terutama dari mitra dagang utama Indonesia.
Namun, dengan terus menggeliatnya permintaan domestik meskipun permintaan dari luar negeri melemah, Indonesia dapat mengisi gap supply di dalam negeri. Dengan demikian, stabilitas harga dapat terjaga dengan tersedianya pasokan di tengah tingginya permintaan.
“Pemerintah akan terus memonitor dan mencermati rambatan dari tekanan eksternal, terutama kenaikan harga komoditas global yang ditransmisikan dalam bentuk kenaikan harga dan inflasi domestik. Selain itu pemerintah dan otoritas terkait akan terus memperkuat sinergi komunikasi kebijakan untuk mendukung pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat sehingga tetap terkendali” pungkas Airlangga.
(Feby Novalius)