JAKARTA - PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) yang dikenal dengan platform e-commerce, Blibli bakal menggelar penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) sebanyak-banyaknya sebesar 17.771.205.900 saham baru dengan nilai nominal Rp250 setiap saham.
Dikutip Harian Neraca, di mana ini berarti Blibli menyusul perusahaan starup besar yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan nilai IPO jumbo.
Adapun Blibli melepas jumlah saham sebanyak-banyaknya 15% dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO. Harga penawaran awalnya dengan rentang harga Rp410-Rp460 per saham.
Karenanya, dana yang bisa diraih dari IPO paling banyak Rp8,17 triliun.
Di semester pertama 2022, Blibli membukukan pendapatan neto Rp6,7 triliun melonjak sekitar 124% dari periode yang sama tahun 2021 di Rp2,9 triliun.
Kemudian, untuk beban pokok pendapatan Blibli meningkat pada enam bulan pertama tahun ini menjadi Rp6,15 triliun.
Pada semester I-2021, beban pokok pendapatan perseroan sebesar Rp2,77 triliun.
Blibli membukukan laba bruto Rp560,75 miliar pada semester I-2022, namun mencatatkan rugi usaha sebanyak Rp2,41 triliun.
Jumlah rugi usaha itu melonjak 67% dari semester I-2021 yang sebesar Rp1,44 triliun.
Adapun rugi tahun berjalan mencapai Rp2,5 triliun, meningkat 123% dari semester pertama tahun lalu di Rp1,1 triliun.
Sementara itu, rugi tahun berjalan pada 2019, 2020, 2021 masing-masing tahun secara berurutan adalah Rp2,99 triliun, Rp2,41 triliun, dan Rp3,35 triliun.
Pendapatan neto tahun 2019, 2020, 2021 masing-masing, yakni Rp4,18 triliun, Rp4,29 triliun, dan Rp8,85 triliun.
Sebagai informasi, IPO Blibli sudah ramai diperbincangkan sepanjang tahun ini. Blibli akan menggunakan sebagian besar dana hasil IPO yakni sebesar Rp5,5 triliun untuk pembayaran utang fasilitas perbankan. Lebih rinci, masing-masing sebesar Rp2,75 triliun akan dibayarkan untuk melunasi utang kepada BCA dan Bank BTPN.
Sisanya, dana IPO akan digunakan oleh perseroan dan entitas anak sebagai modal kerja untuk mendukung kegiatan usaha utama dan pengembangan usaha perseroan, termasuk namun tidak terbatas pada kegiatan penjualan dan pemasaran, pengembangan produk, pembiayaan kegiatan operasional.
Dana IPO juga akan digunakan untuk penambahan fasilitas pendukung usaha perseroan, termasuk diantaranya pembaruan teknologi. Adapun sekitar 57% akan digunakan oleh perseroan dan sekitar 43% akan digunakan oleh GTNe, entitas anak perseroan.
Dari data Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, situasi dan kondisi saat ini kurang baik untuk emiten teknologi melakukan IPO.
"Kalau perhatikan situasi dan kondisi tidak mudah seperti membalikan telapak tangan, perhatikan invasi, inflasi, tingkat suku bunga, ini akan berikan tekanan ke kinerja perusahaan. Kenaikan tingkat suku bunga turunkan daya beli, konsumsi, investasi dan pendapatan perusahaan," jelasnya pada keterangan.
(Zuhirna Wulan Dilla)