JAKARTA - Industri hulu migas Indonesia membutuhkan investasi sekitar USD179 miliar atau setara Rp2.808 triliun (kurs Rp15.688 per USD) untuk mendukung transisi energi. Di mana rencana tersebut sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi baru terbarukan.
"Tren global lain yang mempengaruhi industri migas adalah isu transisi energi," kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, dikutip dari Antara, Rabu (23/11/2022).
Beberapa perusahaan minyak besar pun memasukkan pengurangan karbon dan investasi energi terbarukan dalam strategi portofolio mereka.
Baca Juga: Pertamina Bor 15 Sumur Migas, Ini Hasilnya
Upaya itu dilakukan mencermati investasi migas perlu ditingkatkan karena perlu memasukkan program pengurangan karbon dan di sisi lain, persaingan untuk mendapatkan investasi di bidang migas semakin meningkat.
Dwi menambahkan sembari memenuhi ambisi mewujudkan emisi nol, pihaknya perlu memaksimalkan nilai sumber daya minyak dan khususnya gas. Tujuannya, kata dia, untuk memastikan keamanan dan keterjangkauan energi di kawasan.
Baca Juga: Target 1 Juta Barel per Hari, Perusahaan Migas RI Sinergi dengan Adnoc dan Mubadala
Untuk itu, industri hulu migas berupaya mencapai target produksi minyak satu juta barel per hari (BOPD) dan produksi gas 12 standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030.
Untuk mengejar target lifting migas tersebut, dibutuhkan upaya kuat untuk meningkatkan iklim investasi migas di Indonesia.
"Investasi yang signifikan dan partisipasi aktif dari pelaku domestik dan internasional diperlukan untuk membuka potensi migas. Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan para kontraktor," imbuh Dwi.
Dia menyebutkan lima strategi utama yakni mengoptimalkan produksi lapangan yang ada, transformasi sumber daya kontingen menjadi produksi dan mempercepat Enhanced Oil Recovery (EOR) kimiawi.
Selanjutnya, mendorong kegiatan eksplorasi migas dan percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy (ODSP) dan insentif hulu migas.
(Feby Novalius)