JAKARTA - Dua perusahaan minyak raksasa Amerika Serikat (AS), yaitu Exxon Mobil Corp dan Chevron Corp akan meningkatkan nilai belanjanya untuk proyek-proyek energi tahun depan di tengah permintaan dan harga minyak yang tinggi.
Meskipun menghabiskan uang lebih banyak, angka tersebut tidak mencapai 50% dari total belanja gabungan mereka sebesar USD84 miliar setara dengan Rp1,314 triliun (kurs Rp15.600) pada 2013, ketika harga minyak sering diperdagangkan di atas USD100 per barel seperti tahun ini.
Kedua perusahaan tersebut meraup keuntungan yang besar dari kenaikan harga minyak, sehingga deviden untuk pemegang saham meningkat tajam.
Fokus pada pengembalian pemegang saham telah menyebabkan tekanan dari Gedung Putih. Pemerintahan Biden mengkritik perusahaan minyak karena tidak menaikkan produksi minyak mereka untuk membantu menurunkan harga kepada konsumen. Namun, anggaran tahun depan tetap dalam kisaran yang telah ditetapkan sebelum perang di Ukraina menyebabkan kekurangan energi global.
Exxon mengatakan akan meningkatkan investasi proyek tahun depan menjadi antara USD23 miliar hingga USD25 miliar, naik dari proyeksi USD22 miliar tahun ini.
Chevron mengatakan berencana membelanjakan USD17 miliar, naik dari sekitar USD15 miliar tahun ini. Kenaikan alokasi tersebut termasuk alokasi untuk proyek pengurangan emisi dan dampak inflasi.
Angka belanja yang meningkat tidak secara otomatis akan meningkatkan volume produksi. Exxon memperkirakan produksi tahun depan akan tetap berada di kisaran 3,7 juta barel minyak setara per hari (boed), sementara Chevron memperkirakan kenaikan tahunan rata-rata gabungan lebih dari 3% hingga 2026.
(Taufik Fajar)