JAKARTA – Howard Schultz memiliki perjalanan panjang di balik kisah suksesnya hingga membawa kedai kopi Starbucks berhasil seperti sekarang.
Howard Schultz lahir di Brooklyn, New York, pada 19 Juli 1953, dan pindah dengan keluarganya ke proyek Bayview Housing di Canarsie, sebuah lingkungan di tenggara Brooklyn, ketika dia berusia tiga tahun.
Saat dirinya masih kecil, ayahnya, Fred Schultz mengalami kecelakaan.
BACA JUGA:Starbucks Tutup 16 Kedai di AS, Kenapa?
Biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan cukup besar, terlebih sang ayah sedang tak bekerja sehingga tidak mempunyai gaji dan memiliki asuransi kesehatan.
Akhirnya keluarganya dilanda kesulitan ekonomi dan hal ini yang membuat Schultz harus bekerja sebagai tukang koran dan pelayan kafe saat berusia 12 tahun.
Bahkan saat usianya menginjak 16 tahun, Schultz masih harus bekerja sebagai penjaga toko.
Schultz mendapatkan beasiswa sepak bola ke Northern Michigan University pada 1970.
Setelah lulus dari Michigan dengan gelar Bachelor of Science bidang komunikasi pada 1975, Schultz menjadi salesman untuk Hammarplast, sebuah perusahaan yang menjual pembuat kopi Eropa di Amerika Serikat.
Schultz penasaran dengan Starbucks dan dia pun mengunjungi toko tersebut pada 1981. Starbucks saat itu masih berusia sekitar 10 tahun dan belum memiliki cabang di luar Seattle.
Pemilik asli perusahaan tersebut adalah Jerry Baldwin, Gordon Bowker, dan Zev Siegl. Ketiganya mendirikan Starbucks pada 1971 dengan logo putri duyung.
Setahun setelah bertemu dengan para pendiri Starbucks, Howard Schultz dipekerjakan sebagai direktur operasi ritel dan pemasaran untuk perusahaan kopi, Starbucks, yang sedang tumbuh.
Namun, pada awalnya perusahaan tersebut hanya menjual biji kopi, bukan minuman.
Pada 1983, saat bepergian di Milan, Italia, dia dikejutkan oleh banyaknya bar kopi yang ditemuinya.
Sebuah ide kemudian terpikir olehnya, yakni Starbucks harus menjual bukan hanya biji kopi tapi juga espresso.
Sekembalinya dari Milan, dia mencoba membujuk pemiliknya untuk menjual espresso tradisional selain biji kopi, teh dan rempah-rempah yang telah lama mereka jual.
Sayangnya, perusahaan tempat dia bekerja tidak setuju dengan usulnya.
Namun, Schultz tak putus asa, dia pun tetap merekomendasikan pembukaan kedai kopi, hingga akhirnya pemilik perusahaan kopi tempat dia bekerja mengizinkannya mendirikan sebuah kedai kopi di Seattle.
Meski kedai kopi yang didirikannya ini cukup sukses, namun malah membuat para pendiri mereka ke arah defensif, dengan alasan mereka tidak ingin masuk ke bisnis restoran.
Pada akhirnya Schultz memutuskan untuk meninggalkan Starbucks di tahun 1985.
Dengan modal USD400 ribu dan bantuan Jerry Baldwin, Gordon Bowker serta menerima USD100 ribu dari seorang dokter, pada 1986 dia membuka toko pertama bernama Il Giornale.
Dua tahun kemudian, manajemen Starbucks yang asli memutuskan untuk fokus pada Peet's Coffee & Tea dan menjual unit ritel Starbucks-nya ke Schultz dan Il Giornale seharga USD3,8 juta.
Schultz pun mengganti nama menjadi Il Giornale dengan nama Starbucks, dan secara agresif memperluas jangkauannya di seluruh Amerika Serikat serta mengubah perusahaan kopi regional menjadi salah satu merek top dunia.
Schultz memperluas Starbucks dari 11 toko, kini menjadi lebih dari 33.000 di seluruh dunia dan menjadikannya pusat sosial bagi banyak orang Amerika.
Dilansir Forbes di Jakarta, Senin (2/1/2022), Schultz sekarang mempunyai harta kekayaan sebesar USD USD3,7 miliar atau sekitar Rp57,5 triliun (Rp15.560/USD).
Adapun 2018 Schultz berhenti dari CEO Starbucks.
(Zuhirna Wulan Dilla)