Periskop 2023: Mengukur Laju Ekonomi RI di Tengah Ancaman Resesi

Clara Amelia, Jurnalis
Senin 09 Januari 2023 16:01 WIB
Periskop 2023: Mengukur laju ekonomi RI di tengah ancaman resesi (Foto: Shutterstock)
Share :

JAKARTA Perekonomian Indonesia tahun 2023 diyakini tetap bisa tumbuh kuat dan baik di tengah-tengah isu resesi.

Dana Moneter Internasional (IMF) telah memberi peringatan bahwa sepertiga ekonomi global akan mengalami resesi di tahun 2023 karena perekonomian AS, Uni Eropa dan China melambat.

Selain itu, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan perang di Ukraina, kenaikan harga-harga, suku bunga yang naik dan penyebaran covid-19 di China ikut menambah beban ekonomi global.

“Bahkan di negara yang tidak mengalami resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang,” kata Georgieva, dikutip dari BBC Indonesia, 3 Januari 2022.

Meski begitu IMF, bahkan OECD World Bank, ADB (Asian Development Bank) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di antara 4,7-5,1% pada 2023.

Proyeksi ini didasarkan pada peningkatan penanganan risiko Covid-19 dan percepatan vaksinasi yang relatif baik. Serta dukungan fungsi APBN fiskal sebagai shock absorber, harga-harga komoditas yang tinggi, dan suksesnya presidensi G20 yang meningkatkan kredibilitas Indonesia di pasar internasional.

Optimisme ini juga dikatakan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar 4,5% sampai 5,3% secara tahunan pada 2023.

"Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi diprakirakan tetap kuat meskipun sedikit melambat sejalan dengan perlambatan ekonomi global ke titik tengah kisaran 4,5-5,3%," ujar Perry dalam konferensi pers virtual di Jakarta, 22 Desember 2022.

Pertumbuhan ekonomi yang tetap baik ini, sebut dia, sejalan dengan perkembangan dari sisi lapangan usaha di mana sektor perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, serta transportasi dan pergudangan tumbuh cukup kuat.

Adapun BI juga memperkirakan ekonomi dunia tumbuh sebesar 3,0% pada 2022 dan menurun menjadi 2,6% pada 2023.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan prediksi tersebut juga dilihat seiring dengan tensi politik, inflasi, suku bunga, dan stagflasi.

"Jadi, perekonomian Indonesia diprediksi tumbuh dua kali lipat dari prakiraan global, tapi ini masih melihat adanya tensi politik, inflasi, suku bunga dan stagflasi yang masih nampak," ungkap Airlangga.

Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto juga menilai pertumbuhan perekonomian Indonesia akan cukup stabil, walaupun tidak akseleratif.

“Kalau Indef sendiri menilai mungkin akan lebih rendah sedikit ya dibandingkan dengan outlooknya IMF atau pun juga dari pemerintah begitu karena perkembangan terbaru dari ekonomi kita saat ini yang memang menunjukkan tanda-tanda perlambatan 2023,” jelasnya.

Perlambatan tersebut, katanya, berasal dari aspek non pandemi, yakni lebih kepada sisi fundamental.

Sementara itu, pemerintah juga mengasumsikan pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar 5,3%.

Namun, Eko mengatakan kalau banyaknya permasalahan global tidak begitu mendukung untuk mencapai 5,3%.

Implikasinya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi tahun depan.

“Kalau misalkan target penerimaan negaranya enggak sebesar yang diperkirakan. Karena penerimaan negara tetap di target tumbuh lebih tinggi dari tahun ini. Itu pasti memerlukan upaya yang ekstra bagaimana mencari pertumbuhan penerimaan di tengah global yang melambat yang akan berimplikasi kepada laba dari perusahaan-perusahaan,” terangnya.

Selain di sisi penerimaan, tantangan yang harus dihadapi juga terletak di sisi belanja negara, di mana pada tahun depan sudah diketatkan, yakni defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) tidak boleh lebih dari 3%.

Dengan demikian, Eko menyimpulkan terdapat 4 syarat yang harus dilakukan agar ekonomi Indonesia di tahun 2023 tetap stabil.

Pertama, fokus ekonomi harus mengarah kepada optimalisasi pasar domestik. Misalnya yang diisi kelas menengah mempunyai tabungan yang cukup tinggi, kemudian 60% penduduk muda pasti akan mengonsumsi lebih banyak.

“Nah ini (pasar domestik) harus dijaga benar. Dijaga dari apa? Dari upaya penetrasi impor oleh negara-negara lain,” ucapnya.

Kedua, mengoptimalisasi dari hitung-hitungan positif, baik dari IMF, IDB, atau bahkan dari Indef. Hal ini harus dikemas dalam upaya untuk memberi optimisme kepada investor global. Kemudian yang ketiga adalah menjaga sektor keuangan, terutama nilai tukar dolar.

Terakhir dengan memanfaatkan APBN 2023 sebagai amunisi untuk digunakan sebaik mungkin.

"Apalagi kalau faktor keempat ini yang mungkin juga sangat penting adalah amunisi kita dari APBN. Kita punya APBN Rp3.000 triliun tahun depan untuk dibelanjakan. Nah itu harus dipastikan bahwa belanjanya harus produktif gitu," pungkasnya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya