JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung kasus yang menimpa Adani Group, perusahaan milik orang terkaya di India sekaligus di Asia, Gautam Adani.
Gautam Adani kehilangan harta kekayaan hingga USD120 miliar atau setara Rp1.800 triliun akibat laporan Hindenburg Research yang dirilis pada 24 Januari 2023.
"Hati-hati ada peristiwa besar minggu kemaren Adani di India. Makronya negara bagus, mikronya ada masalah. Mikro hanya 1 perusahaan, Adani. kehilangan USD120 billion, hilang. Langsung dirupiahkan Rp1.800 triliun. Hati-hati mengenai ini," kata Jokowi di Jakarta, Senin (6/2/2023).
BACA JUGA:Daftar 10 Orang Terkaya India 2022, Gautam Adani Juaranya Berharta Rp2.304 Triliun
Jokowi menekankan pentingnya pengawasan oleh OJK agar tidak kejadian seperti Adani Group. Peristiwa Adani, katanya, telah menghilangkan seperempat PDB India.
"Pengawasan pengawasan pengawasan. Jangan sampai ada yang lolos seperti itu karena goreng-gorengan Rp1.800 triliun. Itu seperempatnya PDB India hilang, yang terjadi apa? capital outflow. Semua keluar, Rupee jatoh. Hati-hati mengenai ini, padahal kondisi makronya bagus," ungkap Jokowi.
Untuk itu, Jokowi meminta pengawasan terhadap produk jasa keuangan seperti asuransi, pinjaman online, investasi, hingga biro haji dan umrah semakin ditingkatkan. Hal itu dilakukan agar masyarakat tak lagi menjadi korban dan mengalami kerugian.
Jokowi tidak ingin kasus-kasus asuransi gagal bayar seperti Jiwasraya, Wanaartha, Indosurya, dan Asabri kembali terulang. Selain itu, ia juga tidak ingin masyarakat terjerat kasus investasi dan pinjaman online ilegal.
“Masyarakat memerlukan perlindungan yang pasti terhadap produk jasa keuangan. Pengawasannya betul-betul harus detail,” kata Jokowi.
Menurutnya, kepercayaan masyarakat menjadi penopang penting industri jasa keuangan. Jokowi menyebut, lunturnya kepercayaan masyarakat akan berdamak besar pada industri jasa keuangan.
“Yang kita bangun adalah kepercayaan, kalau sudah kehilangan itu sulit untuk membangun kembali,” ujar Jokowi.
(Dani Jumadil Akhir)