JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati membawa sebuah kabar baik mengenai perekonomian Indonesia usai dari Amerika Serikat (AS).
Indonesia diperkirakan termasuk salah satu negara yang masih mampu tumbuh kuat di tahun 2023 meski pemulihan global masih dihadapkan pada sejumlah tantangan.
"Indonesia termasuk salah satu negara yang masih bisa menjaga pertumbuhan ekonominya di atas 5%, bahkan sedikit negara yang masih bisa bertahan." ucap Sri dalam Konferensi Pers APBN KITA edisi April 2023 di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Dia mengatakan bahwa hal ini tentu menjadi salah satu yang dijaga dalam momentum saat ini.
"Kita lihat dalam hal ini proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023, masih berada dalam kisaran 2,8%, sedikit lebih lemah dari proyeksi bulan Januari 2023, namun agak lebih tinggi dibandingkan tahun lalu," ungkap Sri.
Akan tetapi, sambung dia, kisarannya masih di rentang 2,7-2,8% untuk pertumbuhan ekonomi global tahun ini, dan di tahun depan diharapkan akan lebih baik.
"Artinya, untuk pertumbuhan ekonomi dunia yang 2,8% ini, ini adalah jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu di 3,4% atau bahkan tahun 2021 pada saat terjadi recovery ekonomi sesudah pandemi," jelas Sri.
Jika dilihat dari sisi proyeksi inflasi, di tahun 2023 masih tinggi. Untuk negara berkembang bahkan diperkirakan di 8,6% oleh IMF, sementara negara-negara maju di kisaran 4,7%. Dan untuk keseluruhan global, IMF memperkirakan inflasinya masih berada di kisaran 7%.
"Baru akan mulai menurun tahun depan, tapi levelnya masih secara historis lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, bahkan dibandingkan dengan sebelum terjadinya pandemi," terangnya.
Ini berarti inflasi masih akan tinggi pada jangka yang cukup panjang, atau higher for longer. Kondisi ini pun tentunya diikuti dengan suku bunga yang juga tinggi dalam jangka waktu yang cukup panjang.
"Ini menjadi kata-kata yang sangat sering dibicarakan pada Spring Meeting minggu lalu di Washington DC, higher for longer untuk inflasi dan suku bunga. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya pelemahan ekonomi," pungkas Sri.
(Taufik Fajar)