JAKARTA — Samsung Electronics mencatat rekor kerugian hingga USD3,4 miliar atau setara Rp50 triliun (kurs Rp14.713 per USD) pada divisi chip memori.
Kendati demikian, Samsung masih meyakini bahwa industri teknologi global mulai pulih dari penurunannya di akhir tahun ini.
Samsung bergabung dengan SK Hynix Inc. dalam memprediksi adanya kebangkitan dari resesi teknologi yang telah menghantam perusahaan terbesar dunia, mulai dari Apple hingga Intel. Perusahaan memperkirakan permintaan akan meningkat secara bertahap di berbagai pasar mulai dari smartphone hingga PC dan media penyimpanan.
“Pada semester kedua 2023, pasar smartphone diperkirakan akan meningkat baik dalam volume maupun nilai di tengah tanda-tanda pemulihan ekonomi global,” ujar perusahaan, dilansir Bloomberg, Kamis (27/4/2023)
Peningkatan permintaan ini pun didorong oleh pemulihan ekonomi China dan percepatan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Sebelumnya, Samsung telah berada di tengah - tengah kemerosotan yang mencengkeram industri memori global senilai USD 160 miliar. Penurunan yang lebih luas terjadi setelah ledakan aktivitas Internet dan penjualan perangkat selama pandemi Covid-19. Ketakutan inflasi dan resesi tahun lalu pun memicu kemunduran dalam pengeluaran konsumen dan bisnis hingga memukul penjualan elektronik di seluruh dunia.
Perusahaan yang memasok chip ke Apple sekaligus menjadi pesaing terdekat iPhone ini melaporkan laba bersih sebesar USD 1,05 miliar. Jumlah itu lebih rendah dari perkiraan rata-rata analis sebesar 1,45 triliun won.
Divisi semikonduktor yang biasanya merupakan divisi tersukses Samsung, mencatat kerugian yang belum pernah terjadi sebelumnya yakni sebesar 4,58 triliun won.
Hal ini secara langsung juga berdampak pada saham Samsung, meskipun tidak banyak berubah di bursa perdagangan Seoul.