JAKARTA - Penerapan prinsip dan standar Environmental, Social, dan Governance (ESG) dalam operasionalisasi industri ekstraktif merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
"Kalau bicara soal industri jangan bangun lagi smelter-smelter yang memakai bahan bakar batu bara. Karena transisi (energi bersih) itu jadi semu karena ada lagi batu baranya," kata koordinator nasional lembaga koalisi masyarakat sipil Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Minggu (23/7/2023).
Aryanto menilai sejauh ini Indonesia masih perlu banyak mengejar ketertinggalan soal penerapan ESG dalam industri ekstraktif. Dia mengatakan Indonesia masih harus lebih banyak menerapkan prinsip ESG pada pemberian izin hingga syarat investasi.
"Dukung implementasi ESG, kemudian standar ESG diadop oleh pemerintah. Itu menjadi hal penting dalam proses divestasi," ujarnya.
Karena itu, menurut Aryanto, jika proses divestasi saham PT Vale Indonesia rampung, komitmen pada energi bersih dan penerapan prinsip ESG yang selama ini dilakukan oleh Vale harus tetap dikedepankan dan menjadi agenda pemerintah.
"Kalau mau benar-benar transisi energi maka sudah tidak perlu ada lagi penggunaan energi batu bara," kata Aryanto.
Aryanto meminta Pemerintah untuk berhati-hati dalam melakukan proses divestasi saham PT VI. Pemerintah yang diwakili oleh Mining Industry Indonesia (Mind ID), dalam proses divestasi ini disarankan untuk tetap memperhatikan dan menjalankan prinsip ESG yang di dalamnya mendukung terwujudnya transisi energi bersih di Indonesia.
"Jangan sampai ingin memberikan keuntungan, justru divestasi (PT Vale Indonesia) itu membuat kerugian bagi masyarakat," katanya.
"Keuntungan ESG itu jangka panjang, bukan jangka pendek. Artinya, bukan sekadar cuan, tetapi standar lingkungan, keberlanjutan, dan ini masuk dalam bagian dari transisi energi berkeadilan," tegas Aryanto.
(Feby Novalius)