Sampai saat ini produksi maupun ekspor CPO Indonesia masih tertinggi dibanding negara-negara lain di dunia. Indonesia berkontribusi lebih dari 50% kebutuhan CPO dunia. Pada periode Januari s/d September 2023 ekspor CPO Indonesia sebesar 19,56 juta metrik ton atau senilai USD 17.302 juta dengan tiga negara tujuan ekspor terbesar yaitu India, Tiongkok, dan Pakistan.
Di samping itu, CPO penting untuk dikembangkan karena: CPO berkontribusi cukup besar dalam menghasilkan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja, CPO dimanfaatkan untuk sumber energi pembangkit listrik maupun Bahan Bakar Minyak (BBM), CPO merupakan bahan baku industri minyak goreng, margarin, shortening dan lainnya, CPO juga mendukung pengembangan industri kelapa sawit yang akan menghasilkan lebih dari 100 produk hilir.
Meskipun CPO memegang peranan penting di Indonesia, namun sampai saat ini harga dalam transaksi CPO masih mengacu pada Rotterdam dan Bursa Malaysia. Oleh karena itu, Bappebti mengambil peran dalam upaya perbaikan tata kelola perdagangan CPO Indonesia melalui pembentukan harga acuan (price reference) CPO. Hal ini juga selaras dengan UU No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yang mengamanatkan pemerintah untuk mewujudkan harga acuan komoditi yang transparan melalui Bursa Berjangka.
Kebijakan pemerintah (Bappebti) dalam upaya tersebut adalah dengan menerbitkan Peraturan Bappebti No. 7/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perdagangan CPO di Bursa Berjangka. Sebagai tindak lanjutnya, Oktober 2023 lalu pemerintah membentuk Bursa CPO Indonesia yang telah diresmikan oleh Menteri Perdagangan.
Bursa CPO Indonesia saat ini mengatur perdagangan pasar fisik dan futures CPO di Bursa Berjangka yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Dalam mekanisme pasar fisik, telah diatur perdagangan CPO untuk pasar lokal secara voluntary dengan lokasi penyerahan di Pelabuhan Dumai dan Belawan.