JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) prioritas kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Keputusan tersebut menjadi sorotan, karena posisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) justru dipertanyakan.
Izin pengelolaan WIUPK oleh ormas keagamaan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Sekretaris Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Resvani menilai, perlu kejelasan posisi antaran ormas, BUMN, dan BUMD. Pasalnya, PP Nomor 25 Tahun 2024 secara gamblang menekan bahwa ormas menjadi prioritas mendapatkan penawaran WIUPK dan izin pengelolaan tambang.
Sementara itu, Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 juga mengamanahkan bila BUMN dan BUMD mendapat prioritas pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara,
“Dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan ormas mendapatkan prioritas, seperti itu. Nah, itu juga tidak boleh bertentangan dengan UU, maka dilihat dalam UU 3/2020 itu dijelaskan bawah BUMN, BUMD itu mendapatkan prioritas,” ujar Resvani dalam Market Review IDX Channel, Selasa (4/6/2024).
Menurutnya, meski PP 25/2024 yang memberikan prioritas kepada ormas merupakan salah satu terjemahan dari Pasal 6 UU 3/2020, dimana pemerintah pusat berwenang menetapkan rencana pengelolaan mineral dan batu bara nasional.
Namun, dalam Pasal 75 beleid yang sama juga ditegaskan bahwa IUPK dapat diberikan kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta.
Posisi ormas, lanjut dia, secara terminologi dalam UU 3/2020 tidak ada penjelasan. Karena itu, Resvani mencatat perlu ada kecermatan melihat relevansi PP dan UU yang dimaksudkan.
“Saya membaca PP yang baru ini dasar dari prioritas ini Pasal 6 dalam UU 3/2020, dimana pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan prioritas kepada IUP, tetapi di pasal 75 di UU 3/2020 itu disebutkan BUMN BUMN mendapatkan prioritas,” ucapnya.
“Nah sedangkan terminologi ormas belum ada di dalam UU. Ini juga perlu kita cermati agar singkrong antara UU dan PP,” jelas dia.