JAKARTA - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengungkapkan sejumlah tantangan yang terus membayangi industri sawit dalam menerapkan prinsip keberlanjutan. Seperti persoalan produktivitas terutama dialami perkebunan rakyat, berimbas terhadap harga CPO yang terus turun sehingga berdampak pula kepada kesejahteraan petani.
Oleh karena itu, BPDPKS mengupayakan aksi strategis yang tak hanya menyoroti penguatan industri hilir, tetapi memperbaiki kesejahteraan petani sembari mengupayakan stabilisasi harga CPO.
Director of Planning and Fund Management BPDPKS Kabul Wijayanto mengatakan, hilirisasi industri sawit memang harus berjalan.
“Tapi jangan sampai melupakan hulu,” tuturnya, Kamis (8/8/2024).
BPDPKS juga menjalankan sejumlah program untuk mendukung implementasi good agricultural practice (GAP). Aksi ini dilakukan bekerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, kelompok tani, perusahaan swasta, serta perguruan tinggi.
Adapun program yang dimaksud mencakup peremajaan sawit rakyat, bantuan sarana dan prasarana, serta pengembangan SDM.
“Kami harapkan peremajaan kebun sawit rakyat akan meningkatkan produktivitas,” tuturnya.
Peremajaan sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat dilakukan dengan menggunakan bibit bersertifikat. Pemerintah menyalurkan pendanaan untuk program PSR melalui BPDPKS sampai dengan juni 2024 sebesar Rp9,61 triliun dengan luas lahan 344 ribu Ha dengan pekebun 154 ribu orang. Melalui program ini, lahan dan pekebun yang diremajakan dapat menerapkan GAP.
“Para pekebun rakyatlah yang paling harus dibantu, harus difokuskan. Kalau swasta, ISPO-nya sudah 60 persen dari lahan yang ada. Maka, pekebun rakyat inilah yang harus dibantu,” ujar Kabul.
PSR merupakan program untuk membantu pekebun rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, serta mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal.
Sementara itu, soal bantuan sarana dan prasarana diupayakan perbaikan rantai pasok melalui bantuan perbaikan jalan, jembatan, alat transportasi alsintan, dan lain-lain. Hal ini diharapkan bisa mendukung penerapan GAP di perkebunan rakyat.