JAKARTA - Perbankan ragu memberikan pembiayaan kepada investor untuk membangun bisnis hotel di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur (Kaltim). Sekalipun pemerintahan sudah mulai aktivitas di kawasan tersebut.
Menurut Ketua Umum BPP PHRI, Hariyadi BS Sukamdani, perbankan belum berani memberikan pendanaan kepada investor, sekalipun lebih dari 50% atas porsi ekuitas proyek hotel ditanggung investor dan sisanya disuntik dari pinjaman perbankan.
“Jadi misalnya ada seorang investor mau ke sana itu mayoritas ya hampir semua bank belum mau membiayai gitu lho, walaupun porsinya pihak si investor equity-nya bisa lebih besar, bisa lebih dari 50 persen modalnya, itu belum tentu bank-nya juga mau,” ujar Hariyadi saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan dikutip Selasa (13/8/2024).
PHRI sebagai organisasi yang menghipun pengusaha hotel di Indonesia membutuhkan pinjaman dari perbankan untuk mendanai proyek mereka. Faktor ini menjadi pertimbangan utama perlu atau tidak anggota PHRI selaku investor lokal di sektor perhotelan masuk ke IKN dalam jangka pendek.
“Ini tentu menjadi faktor pertimbangam karena mayoritas, kalau pemain di investor ya tentu dia melibatkan perbankan untuk membiayai sebagian dari kebutuhan proyek cost,” tuturnya.
Hariyadi menyatakan, baik perbankan dan anggota PHRI masih melihat perkembangan pembangunan di IKN ke depannya. Terutama, soal jumlah orang yang menempati kawasan itu hingga persentase angka pengunjungnya.
“Dan juga pada saat ini yang jadi kendala juga bagi investor hotel untuk masuk ke IKN adalah belum adanya dukungan dari perbankan, jadi perbankan juga yang setelah kami cek semuanya itu mereka juga mengatakan bahwa mereka melihat perkembangan IKN dulu,” beber dia.
“Sebetulnya itu lazim aja ya, soalnya dia (bank) menghitung statistik kan, nanti yang berkunjung ke sana berapa, dari situ bisa dihitung okupansinya, kalau angkanya itu belum masih membuat pihak perbankan ragu ya dia gak mau, dianggap berisiko,” jelas Hariyadi.
Hal senada juga menjadi hitungan PHRI, Hariyadi mencatat, ketertarikan timbul jika ada prospek investasi yang menjanjikan. Artinya, investasi di sektor perhotelan harus didasarkan pada permintaan pasar atau banyaknya jumlah orang yang memesan kamar hotel.
“Anggota PHRI tentu akan mengikuti perkembangan dari kunjungan yang ada di sana, jadi selama kunjungan itu nantinya meningkat tentu pastinya ada kebutuhan kamar hotel, pada saat itulah kami akan melakukan eksekusi pelaksanaan investasi di sana,” tutupnya.
(Taufik Fajar)