Hilirisasi di Sektor Pertambangan, Berkah bagi RI Lompat Jadi Negara Maju

Muhammad Farhan, Jurnalis
Jum'at 18 Oktober 2024 14:51 WIB
Hilirisasi Berkah bagi RI Lompat Jadi Negara Maju (Foto: BPMI)
Share :

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia memandang positif kebijakan terkait hilirisasi yang telah dijalankan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam 10 tahun terakhir.

"Dalam 10 tahun terakhir, pemerintahan dibawah pimpinan Presiden Jokowi berhasil merealisasikan amanat UU Minerba sehingga pembangunan fasilitas pengolahan/pemurnian komoditas mineral berjalan dengan lancar," katanya ketika dihubungi MNC Portal Indonesia.

Menurutnya, pemerintah juga telah memberikan dukungan dengan adanya kemudahan perizinan seperti penguatan peran dari Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman & Investasi dalam mendorong percepatan investasi.

Selain itu Kementerian Investasi, lanjut Hendra, juga memiliki peran dalam membentuk kedeputian (eselon-1) yang menangani hilirisasi termasuk hilirisasi mineral.

"Pemerintah juga memberikan fasilitas perpajakan dan non-perpajakan untuk pembangunan smelter," ujarnya.

 

Hendra juga menilai pemerintah berkomitmen dalam menjalankan amanat UU dan tetap memperhatikan kepentingan pelaku usaha yang memohon dukungan relaksasi ekspor mineral akibat dampak dari tertundanya pembangunan proyek smelter pasca Pandemi COVID-19.

Pemerintah, lanjutnya, juga aktif dalam memperjuangkan kepentingan nasional (pembatasan ekspor) yang banyak mendapat tekanan dari luar terutama dari Uni Eropa.

"Pemerintah juga aktif dalam mempromosikan Indonesia sebagai tujuan investasi di sektor mineral kritis di era transisi energi," tutur Hendra.

Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi memang terus menggenjot program hilirisasi jelang akhir masa jabatannya pada periode kedua ini.

Terakhir, Jokowi meresmikan dua smelter tembaga dan satu smelter bauksit dalam waktu 2 hari sekaligus. Smelter itu diantaranya miliki PT Amman Mineral Internasional, PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Borneo Aluminas Indonesia.

Jokowi pun yakin bahwa pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto bakal meneruskan kebijakan hilirisasi mineral mentah seperti yang telah dilakukannya selama beberapa tahun terakhir ini. Hal itu lantaran Indonesia menurutnya memang harus mandiri, salah satunya dengan pembangunan smelter.

Sebab menurutnya, pembangunan smelter ini diperlukan agar pengolahan dan pemurnian mineral mentah dilakukan dalam negeri, sehingga ke depan, tidak lagi diolah di luar negeri yang akan membuat Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah.

Meski diakuinya proses negosiasi pembangunan smelter tidak mudah, namun ia menegaskan bahwa smelter ini memberikan dampak positif salah satunya penerimaan negara.

 

Hilirisasi Sektor ESDM

Sementara itu, Presiden Jokowi menekankan pentingnya hilirisasi dalam sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai strategi utama untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Menurut Presiden, sektor ESDM memiliki peran strategis dan potensi besar untuk memberikan multiplier effect bagi perekonomian nasional.

“Kita tahu dari 2014 sampai hari ini PNBP yang diterima oleh negara dari ESDM, berarti 10 tahun, besar sekali, kurang lebih Rp1.800 triliun. Kalau melihat dua tahun yang lalu 2022 itu Rp348 triliun, kemudian di tahun 2023 itu Rp229 triliun per tahunnya juga sangat besar sekali,” ujar Presiden dalam sambutannya saat menghadiri malam puncak Hari Ulang Tahun ke-79 Pertambangan dan Energi yang digelar di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, pada Kamis, 10 Oktober 2024.

Presiden Jokowi juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa nilai tambah dari komoditas ESDM, seperti tembaga, nikel, dan batu bara, harus tercipta di dalam negeri melalui hilirisasi. Dia menekankan bahwa Indonesia tidak lagi boleh mengirim bahan mentah ke luar negeri, yang hanya menguntungkan negara-negara penerima.

“Kita sudah 400 tahun lebih mengirim barang-barang mentah kita, bahan-bahan mentah kita, raw material kita ke luar negeri. Yang kaya mereka, yang menjadi negara maju mereka, kita tidak bisa melompat,” tegas Presiden.

Pada kesempatan tersebut, Presiden juga menjelaskan tentang dampak hilirisasi nikel, yang melompat secara signifikan dari nilai ekspor bahan mentah sebesar USD 2,9 miliar pada 2020 menjadi USD 34,4 miliar pada 2023. Menurut Presiden, lompatan tersebut tidak hanya memberikan keuntungan bagi perusahaan tetapi juga negara termasuk masyarakat.

“Kalau semua masuk ke industri, masuk ke industri-industri turunan akan melompat penerimaan negara, dan itu semuanya bisa kita pakai untuk membangun jalan desa, membangun jalan tol, membangun pelabuhan baru, membangun airport baru, untuk subsidi, untuk bansos rakyat kita,” ungkap Presiden.

 

Selain hilirisasi, Presiden juga menyoroti pentingnya meningkatkan produksi minyak dan gas dalam negeri. Ia menegaskan agar lifting minyak tidak boleh dibiarkan terus turun, karena hal tersebut akan meningkatkan impor dan menguras devisa negara.

“Jangan sampai lifting minyak kita, kita biarkan turun seberapa pun, seliter tidak boleh, harus naik, setiap tahun harus naik,” ucap Presiden.

Presiden pun menekankan pentingnya penyederhanaan regulasi untuk memudahkan investasi dan eksplorasi di sektor ESDM. Presiden kembali menegaskan bahwa negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat.

“Bukan negara besar mengalahkan negara kecil, bukan negara kaya mengalahkan negara berkembang, tapi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat,” tutur Presiden.

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya