Ia mengatakan, Pemerintah akan bantu mempercepat terjadinya mediasi operator dengan manajemen. Yassierli mengatakan, Pemerintah bisa membantu tentang regulasi yang bisa relaksasi terkait tentang ekspor impor.
"Dan itulah jadi saya juga tangkap di media itu seolah-olah pemerintah membantu swasta, bahasanya tidak begitu. Jadi banyak tahu tentang yang penting adalah kita ingin memang PHK itu tidak terjadi," kata Yassierli.
"Kami berharap setiap perusahaan itu memiliki sistem manajemen risiko enterprise risk management yang kuat dan kami kementerian dibantu dengan dinas tenaga kerja itu juga punya mekanisme untuk melakukan monitoring jangan sampai kemudian tiba-tiba terjadi kasus," tandasnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex pailit. Hal ini tertuang dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga.
Dalam keputusan itu, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dinyatakan telah lalai memenuhi kewajiban pembayaran mereka kepada PT Indo Bharat Rayon, sebagai pemohon, sesuai dengan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," mengutip petitum melalui SIPP PN Semarang, Kamis (24/10/2024).
Sritex dinyatakan bangkrut setelah mengalami masalah utang dalam beberapa tahun terakhir. Menjelang akhir tahun lalu, kewajiban jangka pendek Sritex tercatat sebesar USD 113,02 juta, dengan USD 11 juta diantaranya berupa pinjaman jangka pendek dari Bank Central Asia (BBCA).
Sementara itu, dari total kewajiban jangka panjang sebesar USD1,49 miliar, sebanyak USD 858,05 juta merupakan pinjaman bank.
(Taufik Fajar)