Sebagai Penasihat Presiden, Bambang melihat perekonomian domestik pada 2025 akan lebih struggling, untuk bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi lima persen atau lebih. Menurutnya program prioritas Pemerintah yang bersifat nation wide, seperti Makan Bergizi Gratis dan Tiga Juta Rumah tentu bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi.
“Kalau tahun lalu perekonomian kita tumbuh 5,03 persen. Tahun ini dengan adanya kedua program prioritas Pemerintah yang masif dan bisa dieksekusi dengan baik di seluruh Indonesia, dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Bicara penerapan PPN 12 yang meskipun akhirnya hanya diterapkan untuk barang mewah, Bambang menilai kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. “Ini menjadi wake up call artinya kita tidak bisa mengandalkan pendapatan negara hanya dari kenaikan PPN,” jelasnya.
Kebijakan fiskal dengan menaikkan tarif pajak, dampaknya akan lebih berat terhadap upaya menjaga atau meningkatkan daya beli. Karena itu, akan lebih baik apabila melakukan perubahan mendasar dan sisi penerimaan pajak.
“Pertama kita harus memperluas basis pajak, kemudian tax compliance atau kepatuhan pajak, dan memperbaiki praktik transfer pricing yang masih marak di Indonesia,” tuturnya.
Menanggapi pemaparan yang disampaikan Bambang perihal new leader pada 2025 ini, dalam hubungan ekonomi global, President Director Batavia Prosperindo Aset Manajemen Lilis Setiadi mengatakan, perekonomian global akan mengalami perlambatan di kisaran tiga persen. Perlambatan tersebut terutama dikontribusikan oleh dua negara dengan Gross Domestic Product (GDP) terbesar yakni Amerika dan China.
Presiden Trump memberlakukan kenaikan tarif produk impor terhadap Meksiko dan Kanada sebesar 25 persen, dan tarif produk impor sebesar 10 persen untuk China. Pemberlakukan tarif impor tersebut akan berdampak signifikan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Amerika.