JAKARTA - CIMB Niaga, kembali mengadakan Wealth Talks CIMB Niaga 2025 bertajuk New Leaders Era 2025: Unboxing Global and Local Market Trends. Melalui tema ini CIMB Niaga membahas berbagai dinamika ekonomi dan investasi pada 2025, hingga dampak signifikan perubahan kepemimpinan bagi perekonomian global maupun domestik.
Acara ini berlangsung di MNC Conference Hall Gedung iNews Tower Lantai 3, Jakarta, Rabu (12/3/2025) dan disiarkan live streaming di YouTube CIMB Niaga. Hadir sebagai narasumber di bidang ekonomi dan investasi, yakni Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, dan President Director Batavia Prosperindo Aset Manajemen Lilis Setiadi.
Head of Preferred, Wealth & Insurance Business CIMB Niaga Ariteguh Arief dalam sambutannya menyampaikan bahwa CIMB Niaga senantiasa memegang komitmen untuk terus mendampingi nasabahnya dalam menghadapi tantangan dan menangkap peluang investasi.
“Wealth Talks CIMB Niaga 2025 ini kami hadirkan sebagai wadah untuk mengeksplorasi strategi yang tepat dalam mengoptimalkan portofolio investasi di tengah dinamika pasar yang terus berubah,” tuturnya.
Dalam pemaparannya, Bambang Brodjonegoro yang pernah menjadi Menteri Keuangan ini menyampaikan kondisi ekonomi global yang very unpredictable dan perfeksionis. Sebab, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menaikkan tarif impor beberapa negara, seperti China serta Meksiko dan Kanada.
“Presiden Donald Trump mengangkat sisi proteksionisme. Trump dengan slogan Make America Great Again menerapkan kebijakan proteksionis dengan tujuan untuk melindungi ekonomi domestik Amerika. Salah satu langkah utamanya adalah dengan memberlakukan tarif impor tinggi kepada Meksiko, Kanada, dan China," ujar Bambang.
Menurutnya, Presiden Trump menganggap bahwa Kanada, Meksiko, dan China menjadi penyebab trade deficit yang besar bagi Amerika. Kondisi ini harus disikapi serius, namun disisi lain juga memanfaatkan peluang.
Indonesia mendapatkan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari Amerika Serikat. Fasilitas ini berupa pengurangan tarif bea masuk untuk sejumlah produk Indonesia.
“Dengan fasilitas GSP kita harus bisa menjaga trade deficit dan intensitas hubungan dagang dengan Amerika. Kalau kita tidak menjaga trade deficit tadi, bisa saja kita akan dikenakan tarif impor yang tinggi seperti Kanada, Meksiko, dan China. Pengenaan tarif impor yang tinggi bagi produk China, tentu menjadi bisa menjadi peluang apabila kita bisa menjadi eksportir terhadap produk-produk yang terkena tarif impor tinggi,” ujarnya.
Mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (2019-2021) ini juga menyampaikan prediksi pertumbuhan ekonomi global. Menurutnya, sebelum Presiden Trump terpilih, sudah muncul prediksi dari World Bank maupun IMF bahwa perekonomian global akan mengalami tekanan.
“Perekonomian global yang biasanya tumbuh sekitar tiga persen atau lebih, diperkirakan tidak akan bergerak jauh. Jadi belum ada prospek yang cerah bahwa perekonomian global akan tumbuh 3,5-4 persen,” ungkapnya.
Apalagi di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Korea, maupun Eropa Barat hanya sekitar dua persen. Bambang mengatakan, harapan pertumbuhan ekonomi dunia justru diharapkan datangnya dari kelompok negara-negara Emerging Market and Developing Economy (EMDE), seperti China dan Indonesia.
Sebagai Penasihat Presiden, Bambang melihat perekonomian domestik pada 2025 akan lebih struggling, untuk bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi lima persen atau lebih. Menurutnya program prioritas Pemerintah yang bersifat nation wide, seperti Makan Bergizi Gratis dan Tiga Juta Rumah tentu bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi.
“Kalau tahun lalu perekonomian kita tumbuh 5,03 persen. Tahun ini dengan adanya kedua program prioritas Pemerintah yang masif dan bisa dieksekusi dengan baik di seluruh Indonesia, dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Bicara penerapan PPN 12 yang meskipun akhirnya hanya diterapkan untuk barang mewah, Bambang menilai kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap penerimaan negara. “Ini menjadi wake up call artinya kita tidak bisa mengandalkan pendapatan negara hanya dari kenaikan PPN,” jelasnya.
Kebijakan fiskal dengan menaikkan tarif pajak, dampaknya akan lebih berat terhadap upaya menjaga atau meningkatkan daya beli. Karena itu, akan lebih baik apabila melakukan perubahan mendasar dan sisi penerimaan pajak.
“Pertama kita harus memperluas basis pajak, kemudian tax compliance atau kepatuhan pajak, dan memperbaiki praktik transfer pricing yang masih marak di Indonesia,” tuturnya.
Menanggapi pemaparan yang disampaikan Bambang perihal new leader pada 2025 ini, dalam hubungan ekonomi global, President Director Batavia Prosperindo Aset Manajemen Lilis Setiadi mengatakan, perekonomian global akan mengalami perlambatan di kisaran tiga persen. Perlambatan tersebut terutama dikontribusikan oleh dua negara dengan Gross Domestic Product (GDP) terbesar yakni Amerika dan China.
Presiden Trump memberlakukan kenaikan tarif produk impor terhadap Meksiko dan Kanada sebesar 25 persen, dan tarif produk impor sebesar 10 persen untuk China. Pemberlakukan tarif impor tersebut akan berdampak signifikan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Amerika.
Lilis memaparkan, dari indikator makro ekonomi di Indonesia lebih relatif stabil dengan GDP masih bertahan di lima persen dan inflasi yang terjaga. Pada semester pertama tahun ini GDP akan relatif lebih soft, dikarenakan belanja negara yang belum optimal.
“Kita harapkan pada semester dua belanja negara akan ada perbaikan. Kedepannya juga kita harapkan likuiditas dan kebijakan moneter akan membaik. Program Presiden Prabowo seperti MBG akan memiliki dampak yang positif terhadap perekonomian dan multiplier effect,” ujarnya.
Menyikapi kondisi market sedang mengalami gejolak, tentu diperlukan strategi investasi yang tepat bagi setiap individu. Lilis menyarankan agar terlebih dahulu melakukan managemen risiko yang dilakukan melalui diversifikasi. “Seorang investor tidak boleh menempatkan semua dana investasinya pada satu aset saja,” ujarnya.
Kemudian, seorang investor juga harus menjaga likuiditas dan fleksibilitas. Artinya, seorang investor harus memiliki sebagian dananya untuk kebutuhan likuiditas yang bisa digunakan sewaktu-waktu.
Sedangkan fleksibilitas adalah kemampuan investor untuk memanfaatkan momentum dinamika volatilitas pasar keuangan untuk mengambil keuntungan. “Misalkan 40 persen diinvestasikan untuk saham, 30 persen di obligasi, dan 30 persen cash,” ujarnya.
Wealth Talks CIMB Niaga 2025 memberikan wawasan berharga bagi masyarakat dalam menghadapi dinamika ekonomi dan investasi pada 2025. Talkshow yang dipandu Wealth Management Business Head CIMB Niaga Masagus Tirza tersebut juga diumumkan para pemenang yang berhak mendapatkan hadiah menarik.
Dengan Wealth Talks CIMB Niaga 2025, diharapkan para peserta mendapatkan wawasan berharga dan inspirasi untuk menghadapi dinamika ekonomi dan investasi di tahun 2025. Mari bersama-sama kita raih kesuksesan di masa depan yang penuh peluang. Sampai jumpa pada Wealth Talks CIMB Niaga selanjutnya.
(Agustina Wulandari )