Dugaan Privatisasi Pantai di Labuan Bajo, KKP Buka Suara

Tangguh Yudha, Jurnalis
Kamis 17 April 2025 12:48 WIB
Dugaan Privatisasi Pantai di Labuan Bajo, KKP Buka Suara (Foto: KKP)
Share :

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) buka suara terkait dugaan privatisasi pantai seperti yang terjadi di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Staf Khusus Menteri KKP Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto Darwin mengatakan, hal tersebut tidak boleh terjadi. KKP mengingatkan pelaku usaha yang sedang memanfaatkan ruang laut untuk tidak menguasai pantai yang dapat menghalangi masyarakat yang ingin berkunjung. 

1. Dugaan Privatisasi Pantai di Labuan Bajo

Doni menjelaskan, Perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) bukan sebagai dokumen kepemilikan, melainkan izin dasar bagi pemrakarsa untuk melakukan kegiatan menetap di ruang laut secara legal dalam kurun waktu tertentu.

“Larangan mengakses pantai seperti di Labuan Bajo itu seharusnya tidak boleh terjadi karena laut merupakan common property. Kami sudah coba jembatani persoalan tersebut,” ungkap Doni Ismanto dalam keterangan resminya pada Kamis (17/4/2025).

2. KKP Panggil Pemilik Penginapan di Labuan Bajo

Doni melanjutkan, KKP belum lama ini memanggil perwakilan pemilik enam penginapan mewah di Labuan Bajo, termasuk pengelola resort yang sempat viral karena dituding melarang warga mengakses Pantai Binongko. Pemanggilan dilakukan untuk mengetahui duduk persoalan sekaligus mensosialisasikan kebijakan KKPRL agar tidak terjadi privatisasi ruang laut oleh para pemrakarsa.

Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut, Ditjen Penataan Ruang Laut KKP Fajar Kurniawan menambahkan seluruh penginapan tersebut telah mengantongi KKPRL. Namun setelah memiliki izin dasar itu, pemrakarsa memiliki setidaknya 16 kewajiban.

 

Di antaranya harus memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat, memberikan akses untuk nelayan kecil yang sudah rutin melintas. Kemudian menghormati kepentingan pihak lain yang melakukan kegiatan atau pemanfaatan ruang di sekitarnya, tidak menimbulkan konflik sosial, hingga harus menyerahkan laporan tahunan dari kegiatan yang dilakukan.

“Jadi setelah mendapat dokumen KKPRL tidak selesai begitu saja. Kewajiban ini penting sebagai upaya kami memastikan bahwa kegiatan di ruang laut yang dilakukan tidak menimbulkan konflik sosial serta tidak mengancam ekosistem kelautan dan perikanan,” ungkap Fajar.

Selain pemrakarsa, dia juga mengimbau masyarakat untuk menghargai pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya secara legal. Kegiatan usaha di satu wilayah pesisir berpotensi mendongkrak perekonomian daerah setempat, serta menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah mengimbau pihak yang ingin memanfaatkan ruang laut untuk mengurus izin dasar PKKPRL lebih dulu. Tanpa dokumen tersebut, kegiatan menetap di ruang laut dianggap ilegal dan dapat ditindak oleh tim pengawas KKP.
 

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya