JAKARTA – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyiapkan sejumlah upaya untuk mencegah terjadinya penipuan dalam ekosistem Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau pinjaman daring (pinjol). Salah satu langkah yang diambil adalah pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
“Kami menyiapkan sejumlah langkah untuk mencegah terjadinya penipuan dan fraud dengan memanfaatkan teknologi AI,” ujar Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, dikutip dari Antara, di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Dia menyatakan bahwa penipuan dan fraud merupakan salah satu tantangan terbesar dalam ekosistem keuangan digital. Menurutnya, penggunaan kecerdasan buatan merupakan solusi yang perlu diadopsi oleh industri untuk menghadapi ancaman tersebut.
“Beberapa teknologi itu seperti verifikasi wajah secara real time, verifikasi biometrik, serta penggunaan kriptografi untuk mencegah manipulasi, pencurian, maupun penyalahgunaan data identitas,” jelas Entjik.
Selain untuk mendeteksi dan mencegah penipuan, teknologi tersebut juga dapat diintegrasikan dalam proses penilaian dan manajemen risiko kredit, layanan asisten virtual berbentuk chatbot, hingga strategi pemasaran dan akuisisi nasabah.
Dia menambahkan, pemanfaatan AI juga menjadi salah satu solusi untuk memperluas jangkauan layanan keuangan digital yang inklusif.
“AFPI percaya bahwa pemanfaatan AI yang optimal akan berperan penting dalam pengembangan inovasi layanan P2P lending (peer-to-peer lending/LPBBTI/pinjol),” tegasnya.
Selain menyiapkan teknologi kecerdasan buatan, AFPI juga aktif dalam berbagai kegiatan edukasi dan literasi keuangan guna mencegah penipuan dalam aktivitas keuangan digital.
Sepanjang tahun 2024, AFPI tercatat terlibat dalam 541 forum dan kegiatan strategis penguatan literasi dan edukasi keuangan digital.
“Literasi dan edukasi merupakan kunci agar masyarakat tidak terjebak oleh platform ilegal yang merugikan, sekaligus mendukung pemerintah dalam memperluas inklusi dan literasi keuangan nasional,” ungkap Entjik.
AFPI berkomitmen terus menggencarkan program literasi dan inklusi keuangan pada 2025, dengan menyasar UMKM, komunitas masyarakat, civitas academica, hingga media massa.
“Kami meyakini bahwa dengan edukasi dan inovasi berkelanjutan, industri ini bisa terus berkontribusi positif terhadap ekonomi digital Indonesia melalui kemudahan akses layanan keuangan,” tuturnya.
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia tercatat sebesar 66,46%, masih tertinggal dibanding indeks inklusi keuangan yang telah mencapai 80,51%.
OJK juga mencatat bahwa outstanding pembiayaan industri fintech P2P lending tumbuh 31,06% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp80,07 triliun pada Februari 2025, dengan tingkat risiko kredit macet agregat (TWP90) sebesar 2,78%.
(Feby Novalius)