Dia membeberkan efek beruntun dari tetap diberlakukannya tarif 32% kepada Indonesia.
“Kalau pengenaan 32%, output ekonomi turunnya Rp164 triliun. Kemudian, pendapatan tenaga kerja turunnya Rp52 triliun, ekspor turunnya Rp105,9 triliun, kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan serapan tenaga kerja 1,2 juta orang,” kata Bhima.
Bhima menyebut pemberlakuan tarif ini berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia karena sejumlah sektor padat karya masih bergantung pada Negeri Paman Sam tersebut, seperti sektor alas kaki dan pakaian jadi. Dengan berlakunya tarif resiprokal per 1 Agustus nanti, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyentuh level 4,7–4,8% year on year.
“Yang harus bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sebenarnya ya, yang pertama harus mencoba untuk mendorong diversifikasi tujuan pasar ekspor, salah satunya ke intra-ASEAN, kemudian dipenetrasi lagi ke negara BRICS atau daerah lain di Timur Tengah, Amerika Latin, dan Asia Selatan,” ujar Bhima.
(Feby Novalius)