Selain dari sisi yuridis, Nusron menambahkan, potensi konflik pertanahan juga bisa muncul dari peta lokasi fisik, alias ketidaksesuaian antara batas tanah dengan dokumen yang dimiliki oleh masyarakat.
“Jadi kalau ini tidak pruden bisa melahirkan konflik. Kenapa? Karena meletakkan peta bidang tidak sesuai. Kita ingin juru ukur, juru survei, itu akurat dan sesuai. Jangan sampai laut diukur, jangan sampai hutan di-plotting,” pungkas Nusron.
(Feby Novalius)