Paket Stimulus 8+4+5, Intip Potensi Risiko dan Dampak Bagi Ekonomi

Dinar Fitra Maghiszha, Jurnalis
Selasa 16 September 2025 13:32 WIB
Paket stimulus ekonomi 8+4+5 berpeluang menjaga konsumsi jangka pendek sekaligus memperluas penciptaan lapangan kerja berkelanjutan. (Foto: Okezone.com/Freepik)
Share :

JAKARTA – Paket stimulus ekonomi 8+4+5 berpeluang menjaga konsumsi jangka pendek sekaligus memperluas penciptaan lapangan kerja berkelanjutan. Adapun programnya, bantuan pangan, padat karya, hingga insentif fiskal yang dinilai menjadi langkah strategis dalam memperkuat daya beli masyarakat.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro juga menilai stimulus ini berdampak pada konsumsi rumah tangga.

“Stimulus 8+4+5 diperkirakan mendorong konsumsi jangka pendek sekaligus memperluas penciptaan lapangan kerja yang lebih berkelanjutan. Bantuan pangan, padat karya, dan insentif fiskal akan menjaga daya beli, terutama pada kelompok rentan,” kata Andry, Selasa (16/9/2025).

Untuk fokus jangka menengah, stimulus diarahkan ke sektor strategis. Tapi dalam jangka menengah, pemerintah perlu fokus pada sektor perumahan, perikanan, perkebunan agar dapat meningkatkan kapasitas produksi, memperluas nilai tambah industri, dan memperkuat daya saing ekspor.

Kendati demikian, kebijakan ini harus berada dalam koridor fiskal yang hati-hati.

“Di tengah kebijakan yang lebih ekspansif, Pemerintah menegaskan komitmennya menjaga batas defisit di bawah 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB)," ujarnya.

Sementara itu, Chief Economist dan Head of Fixed Income Research BRI Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto menilai skema stimulus yang diterapkan dapat menjadi langkah kontra-siklus ekonomi.

 

Kebijakan kontra-siklus atau counter-cyclical merupakan upaya yang diarahkan berlawanan dengan siklus ekonomi yang sedang terjadi. Ini merujuk pada permintaan domestik melemah, tabungan rumah tangga menurun, cicilan meningkat, dan survei Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan pelemahan kepercayaan konsumen.

"Kebijakan kontra-siklus saat ini bertujuan untuk mencegah perlambatan ekonomi lebih lanjut dan penurunan konsumsi," kata Helmy dalam Macro Strategy: The New Paradigm, Senin (15/9).

Helmy juga menyoroti potensi risiko dari pelaksanaan stimulus ini. Pemerintah, ujarnya, dihadapkan pada tantangan untuk memastikan dampak turunan dari kebijakan ini dapat berjalan efektif.

"Eksekusi dan distribusi kebijakan ini menjadi hal yang utama," jelasnya.

Selanjutnya, Helmy menilai pemerintah perlu melihat risiko kebijakan fiskal pro-pertumbuhan yang secara umum dapat dipersepsikan negatif terhadap prospek defisit fiskal.

"Ini karena belanja pemerintah yang lebih besar, yang bisa memicu risiko kenaikan imbal hasil,” ujarnya.

Namun, ia mencatat pemerintah tetap berkomitmen menjaga disiplin fiskal. Presiden Prabowo menegaskan pemerintah siap untuk menurunkan proyeksi defisit APBN.

Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini defisit anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) tidak akan melebar meski Presiden Prabowo Subianto meluncurkan stimulus ekonomi baru.

Stimulus ekonomi, tegasnya, menggunakan anggaran yang tersedia di APBN 2025. Menurutnya, semua keperluan anggaran itu telah dihitung dengan matang.

"Jadi ini hanya optimalisasi penyerapan anggaran, supaya berdampak bagi perekonomian tanpa mengubah defisit terlalu signifikan," kata Purbaya pada jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (15/9).

(Feby Novalius)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya