JAKARTA - Pengelolaan limbah menjadi energi baru dan terbarukan mulai dikembangkan. Hal ni menjadi langkah strategis dalam memperkuat ekosistem bioenergi dan biomassa di Indonesia, sekaligus mendukung target pemerintah mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.
Direktur Utama PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) Akhmad Dewanto menyampaikan bahwa pengembangan biomassa merupakan bagian penting dari strategi dekarbonisasi PLN Group. Langkah ini juga menjadi kontribusi PLN terhadap target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 dan Net Zero Emission 2050.
“Pengembangan biomassa di PLN Group yang dilaksanakan oleh PLN Energi Primer Indonesia adalah salah satu upaya nyata mengurangi emisi karbon nasional. Potensi bioenergi Indonesia sangat besar, baik dari limbah pertanian, limbah industri, maupun tanaman energi. Jika dikelola optimal, limbah yang selama ini tidak bernilai dapat menjadi sumber energi sekaligus mengurangi emisi,” ujar Rakhmad di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Rakhmad menjelaskan, saat ini PLN telah menerapkan cofiring biomassa di 52 unit PLTU dengan target pemanfaatan hingga 10 juta ton biomassa di tahun 2030. Selain itu, PLN juga tengah mengembangkan pembangkit biomassa, pembangkit berbasis sampah, dan biogas dengan total kapasitas hampir 1 Gigawatt (GW).
“PLN EPI bertanggung jawab memastikan seluruh pasokan energi primer bagi pembangkit PLN Group. Kami suplai batu bara sekitar 100 juta ton per tahun dan gas hampir 1.400 juta kaki kubik per hari. Kini, Kami mulai mendorong bioenergi sebagai sumber pasokan baru yang berkelanjutan,” tambahnya.
Diketahui, PLN EPI menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT Farmindo Multi Dimensi untuk pengelolaan limbah menjadi EBT. Direktur Bioenergi PLN EPI Hokkop Situngkir menegaskan bahwa kerja sama dengan Farmindo Multi Dimensi merupakan bagian dari inisiatif PLN untuk memperkuat sektor energi hijau.
“Kerja sama ini sejalan dengan Asta Cita Presiden dan menjadi bagian dari mandat PLN untuk mendorong transisi energi menuju Net Zero Emission. Di PLN EPI, kami memegang peran strategis dalam pengembangan biomassa, biogas, dan pengelolaan limbah yang bisa diubah menjadi energi (waste to energy),” jelas Hokkop.
Dia memaparkan bahwa penggantian 10 juta ton batu bara dengan biomassa berpotensi mengurangi sekitar 10 juta ton emisi karbon ekuivalen. Menurutnya, kontribusi tersebut sangat signifikan bagi pencapaian komitmen iklim Indonesia.
“Kami berharap MoU ini tidak berhenti di atas kertas. Ke depan akan ada tahapan due diligence dan pengembangan fasilitas produksi bersama. Ini bukan hanya untuk PLN, tetapi juga untuk menjawab tantangan nasional pengelolaan sampah dan emisi,” tambah Hokkop.
Hokkop juga menyoroti kondisi pengelolaan limbah sampah perkotaan nasional yang mendesak. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pertumbuhan sampah di Indonesia mencapai 80% per tahun, dengan timbunan besar di Bantar Gebang (8.000 ton/hari), Legonangka (3.000 ton/hari), dan Bali (2.500 ton/hari).
Direktur Utama Farmindo Multi Dimensi Lim Dixon menyampaikan apresiasi dan optimismenya atas kerja sama strategis ini.
“Kami sudah lama membahas pentingnya pengelolaan limbah. Dari berbagai daerah yang kami kunjungi, hampir semuanya menghadapi tantangan besar terkait sampah. Bahkan di Bali yang dikenal sebagai Pulau Dewata, kini persoalan sampah sudah sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa kolaborasi dengan PLN EPI bukan sekadar proyek bisnis, tetapi wujud tanggung jawab bersama untuk bangsa.
“Kalau kami nanti menjadi mitra PLN EPI, kami akan bekerja maksimal, bukan hanya untuk PLN EPI, tapi untuk NKRI. Semoga setelah MoU ini, kerja sama bisa segera berlanjut ke tahap implementasi yang nyata,” katanya.
(Dani Jumadil Akhir)