Menurutnya, akar masalahnya juga terletak pada sistem penyaluran kredit perbankan. "Permasalahan kita saat ini dikarenakan penyaluran kredit dari bank-bank besar hanya diberikan kepada pengusaha besar ataupun titipan-titipan politisi. Akibatnya tidak ada pemerataan, tidak lahir para pengusaha baru. Kebijakan ini membuat orang kaya makin kaya dan orang miskin dan menengah akan mustahil masuk ke dalam kategori orang kaya," katanya.
Hendrik menekankan bahwa untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5 persen, Indonesia membutuhkan konglomerasi-konglomerasi baru di luar yang sudah ada.
Menyoroti investasi asing, Hendrik mengusulkan regulasi yang lebih ketat. Karena regulasi yang sudah ada sekarang masih memberi celah untuk bisa diakalin. "Cara mereka ngakalinnya semua pakai nominee orang lokal, terus dibuat perjanjian di bawah tangan sehingga mereka tetap menguasai 100%. Ini fakta. Sama kayak orang-orang asing beli aset di Bali, kan banyak notaris atur-atur pakai nominee," katanya.
(Dani Jumadil Akhir)