MAKASSAR - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid melakukan kunjungan kerja ke Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Kamis (13/11/2025) untuk memimpin rapat koordinasi (rakor) bersama pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan.
Nusron menjelaskan dalam pertemuan yang dilangsungkan secara tertutup itu setidaknya membahas enam hal strategis yang menjadi fokus koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam bidang pertanahan dan tata ruang.
"Rakor ini kita rencanakan setiap tahun, kita keliling untuk memperbarui masalah yang ada di lapangan, termasuk konflik pertanahan," ujar Nusron di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan.
Ia menjelaskan, isu pertama yang dibahas adalah integrasi data Nomor Induk Bidang (NIB) dengan Nomor Objek Pajak (NOP) agar data tanah dan pajak terhubung dengan baik. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus memastikan setiap pemilik tanah menunaikan kewajiban pajaknya.
"Pertama dalam rangka meningkatkan PAD, itu bagaimana NIB (nomor induk bidang) dan NOP (nomor objek pajak) itu satu data, sehingga yang punya tanah bayar semua," sambungnya.
Kedua, Nusron menyoroti pentingnya pemutakhiran sertifikat tanah lama, terutama yang terbit antara tahun 1961 hingga 1997. Hal ini dilakukan untuk mencegah tumpang tindih kepemilikan akibat perbedaan sistem pencatatan lama dan baru.
Isu ketiga dan keempat menyangkut penyelarasan tata ruang, yaitu percepatan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Saat ini masih terdapat kekurangan sekitar 116 RDTR di wilayah Sulawesi Selatan.
Selanjutnya, Nusron menyoroti penyelesaian tanah wakaf, yang baru mencapai sekitar 20 persen di daerah tersebut. Pemerintah daerah diminta mempercepat sertifikasi agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Fokus terakhir adalah evaluasi konflik pertanahan, termasuk persoalan antara masyarakat dan pemegang Hak Guna Usaha (HGU), serta pengelolaan tanah-tanah milik PTPN yang telah lama dikuasai masyarakat. "Ada yang masa HGU-nya mau diperpanjang, ada juga yang tidak. Semua ini harus kita evaluasi bersama agar ada kepastian hukum," pungkasnya.
(Taufik Fajar)