KSPI dan Partai Buruh menegaskan bahwa penolakan ini merupakan sikap bersama seluruh aliansi serikat pekerja di DKI Jakarta yang menuntut penetapan upah minimum sebesar 100 persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Mereka menilai UMP Jakarta 2026 yang ditetapkan pemerintah daerah masih belum mencerminkan standar hidup layak dan berpotensi menurunkan kesejahteraan buruh di ibu kota.
Said menyebut nilai 100 persen KHL versi Kementerian Ketenagakerjaan adalah Rp5,89 juta per bulan. Dia menyebut terdapat selisih sekitar Rp160 ribu dari UMP yang telah ditetapkan.
"Selisih Rp160 ribu itu sangat berarti bagi buruh. Itu bisa untuk makan, transportasi, atau kebutuhan dasar lainnya," ujar Said Iqbal.
Said menyebut UMP DKI Jakarta menjadi lebih rendah dibanding UMK Bekasi, Kabupaten Bekasi maupun Karawang. Tercatat, UMK Kota Bekasi 2026 sebesar Rp5.999.443 dan UMK Kabupaten Bekasi sebesar Rp5.938.885. UMK ini tertinggi se-Jawa Barat.
"Apakah masuk akal upah minimum Jakarta lebih rendah dari Bekasi dan Karawang, sementara biaya hidup Jakarta jauh lebih mahal?" katanya.
Sementara itu, Said Iqbal juga menyoroti pernyataan Gubernur DKI Jakarta yang menyebut adanya tiga insentif-transportasi, air bersih, dan BPJS. Said menilai insentif tersebut bukan bagian dari upah, tidak diterima langsung oleh buruh, dan memiliki kuota terbatas karena bergantung pada APBD.
"Buruh di Jakarta lebih dari satu juta orang. Tidak mungkin semua menerima insentif itu. Jadi itu bukan solusi," tegas Said Iqbal.