Dia mengatakan bahwa gejolak tersebut dikarenakan Indonesia memiliki pasar valas yang tipis. Jumlah suplai dolar yang disediakan tidak bisa memenuhi permintaan pasar.
"Tapi memang keadaannya sulit, pasarnya sangat tipis kita kekurangan likuiditas dolar karena besarnya permintaan orang berbanding terbalik dengan ketersediaan dolar, banyak orang yang butuh dolar untuk impor barang bayar utang luar negeri," jelasnya.
Meskipun begitu, pihaknya menilai bahwa usaha Bank Indonesia (BI) bisa dibilang cukup keras untuk menstabilkan nilai tukar sepanjang tahun 2014. Menurutnya, kita patut memberikan apresiasi kepada BI yang sudah sekuat tenaga menahan gejolak Rupiah.
"BI kerja keras menahan gejolak Rupiah kerja kerasnya cukup besar tapi ya suplai dan demandnya tidak seimbang tapi kita harus apresiasi kerja keras BI untuk menstabilkan nilai tukar," tandasnya.
(Rizkie Fauzian)