JAKARTA - Harga minyak mentah diramalkan akan terus melemah sepanjang 2015. Namun, pendapat yang berbeda justru disampaikan oleh Menteri Perindustrian Saleh Husin.
Saat ini harga patokan minyak mentah Amerika Serikat (AS) terus merosot. Bahkan saat ini posisi si emas hitam berada di USD50 per barel untuk pertama kalinya sejak April 2009. Menurut Saleh Husin, situasi ini tidak akan berlangsung lama. "Ini hanya waktu yang singkat," ujar Saleh Husin kepada Okezone belum lama ini.
Menurutnya, ketika masuk musim dingin maka akan ada peningkatan permintaan terhadap minyak. Sehingga, lanjut Menperin, dengan sendirinya pasti akan kembali rebound.
Penurunan harga minyak dunia ini telah membuat harga BBM bersubsidi diturunkan menjadi Rp7.600 per liter, setelah sebelumnya dinaikkan ke level Rp8.500 per liter. Penurunan harga minyak mentah dunia dinilai dapat merugikan negara. Mengingat Indonesia masih memproduksi minyak dengan rata-rata produksi mencapai sekira 800 ribu barel per hari (bph). Situasi ini dapat memberikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor minyak untuk kegiatan ekspor.
"Kita harapkan kembali rebound," harap pria yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Khrisnadwipayana tersebut.
Seperti diketahui, minyak jenis Brent merosot 48 persen tahun lalu. Jumlah itu terbesar sejak krisis keuangan 2008, karena Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menolak memangkas produksi di tengah pertempuran harga dengan Amerika.
Minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Februari turun USD2,65 ke USD50,04 per barel di New York Mercantile Exchange. Ini adalah penutupan terendah sejak 28 April 2009. Volume perdagangan berjangka mencapai 11 persen lebih tinggi dari rata-rata 100-hari perdagangan.
Sedangkan Brent untuk pengiriman Februari turun USD3,31 atau 5,9 persen dan berakhir di USD53,11 per barel di London berbasis ICE Futures Europe Exchange. Penutupan terendah sejak 1 Mei 2009. Volume untuk semua berjangka yang diperdagangkan adalah 40 persen di atas rata-rata 100-hari.
(Fakhri Rezy)