“Buruh pembuat sepatu diperlakukan tidak adil, buruh pembuat sepatu tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, tidak dipedulikan oleh pemilik merk karena yang terpenting adalah pemilik merk bisa memberikan order dengan harga semurah-murahnya dan mendapatkan kualitas sepatu dengan sebagus-bagusnya,” tegasnya.
Menurutnya, Adidas dan Mizuno tidak dapat lepas tangan atas kasus ini karena Adidas dan Mizuno adalah pihak yang paling mendapatkan keuntungan terbesar, ada tanggung jawab social pemilik merk kepada buruhnya.
“Kalau Adidas dan Mizuno bukan penghisap keringat buruh, kalau Adidas dan Mizuno menjadikan kode etik sebagai bentuk kepedulian kepada buruh pembuat sepatunya, maka Adidas dan Mizuno tidak dapat lepas tangan begitu saja atas kasus 1300 buruh yang di PHK PT Panarub Dwikarya “ tegas dia.
Hingga saat ini, kasus PHK ini pun belum mendapat kejelasan. Serikat Buruh Garmen, Tekstil, dan Sepatu (SBGST)-Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) meminta suatu pertanggung jawaban yang jelas terhadap pemutusan kasus ini kepada pemilik Brand Adidas maupun Mizuno.
(Martin Bagya Kertiyasa)