JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyempurnakan penanganan krisis keuangan dengan mengeluarkan tiga peraturan (POJK).
Aturan baru ini sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 9/ 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, tiga POJK yang dikeluarkan itu adalah POJK tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum, POJK tentang bank perantara, dan POJK tentang rencana aksi (recovery plan) bagi bank dengan kategori sistemik.
”Aturan turunan ini memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penerapan kebijakan penanganan krisis di sektor keuangan. UU PPKSK memberikan landasan hukum bagi OJK dan lembaga/otoritas lain untuk menangani stabilitas sistem keuangan. Banyak aturan baru yang menyempurnakan,” kata dia saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Muliaman menjelaskan, POJK tentang penetapan status dan tindak lanjut pengawasan bank umum memuat aturan mengenai penanganan permasalahan bank, baik penanganan terhadap bank sistemik maupun penanganan terhadap bank selain bank sistemik.
Dalam ketentuan ini diatur status pengawasan bank terdiri atas tiga tahap, yaitu pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus. Kaitannya dengan UU PPKSK, penanganan permasalahan solvabilitas bagi bank sistemik menjadi fokus penyempurnaan ketentuan ini, yaitu mengenai aktivasi implementasi rencana aksi (recovery plan), persiapan penanganan (early entry) permasalahan solvabilitas bank oleh LPS, dan mekanisme penyerahan bank yang tidak dapat disehatkan kepada LPS.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, POJK tentang bank perantara memuat aturan mengenai prosedur pendirian bank perantara mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran bank perantara. ”Bank perantara bisa dipilih LPS untuk menyelamatkan bank gagal. Dulu penyertaan modal sementara (PMS) waktu Bank Century dan Bank Mutiara. Ada juga purchase and Assumption (PNA) uang dia tidak mendirikan bank baru, tapi menggunakan bank yang sudah ada. Bridge bank karena masih baru maka perlu diatur,” tutur dia.
Tidak seperti bank pada umumnya, menurut Nelson, ada aturan khusus yang diterapkan pada bank perantara misalnya bank perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh LPS.
(kmj)
(Rani Hardjanti)