JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menilai surutnya bisnis ritel 7-Eleven (7-Eleven), yang membuat semua tokonya ditutup, lantaran bisnis model seperti 7-Eleven tidak terlalu cocok berkembang di Indonesia.
"7-Eleven mungkin bisnis modelnya kurang pas, karena marjin mereka tipis kan, tapi mereka sewa tempat besar. Karena banyak dipakai nongkrong, tapi marjinnya tipis," kata dia di Rumah Dinas Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Jakarta, Minggu (25/6/2017).
Dia pun mencontohkan, rata-rata orang yang berbelanja ke 7-Eleven hanya membeli satu produk, kemudian menghabiskan waktu di 7-Eleven hingga berjam-jam. Akibatnya, permasukkan 7-Eleven tidak besar, namun mereka harus menanggung beban yang tidak sedikit.
"Orang beli satu coca-cola nongkrong dua-tiga jam, enggak sesuai bisnis modelnya. Kalau Indomaret, Alfamart tempat kecil, masuk, beli, masuk, beli, volumenya banyak," jelas Rosan.
Meski 7-Eleven gugur, namun dia melihat secara umum prospek industri ritel masih terbilang prospektif. "Masih baik, tapi memang bisnis modelnya saja kurang pas (kalau 7-Eleven)," ungkapnya.
Bisnis ritel, tambahnya, ditopang oleh industri makanan dan minuman yang masih bagus. "Ya mamin (makanan minuman) masih jalan, masih baguslah, masih optimislah. Lebaran ini saya dapat masukkan spending ya enggak sebanyak tahun lalu, tapi semua masih on track," tambahnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)