JAKARTA - Belakangan ini heboh mengenai dugaan beras oplosan yang dilakukan oleh PT Indo Beras Unggul (PT IBU) yang berhasil diungkapkan oleh Satgas Pangan. Bahkan dengan beras oplosan ini, kerugian negara mencapai ratusan triliun yang disebutkan Kapolri itu sejak PT Tiga Pilar Sejahtera (PT TPS) perusahaan induk dari PT IBU beroperasi.
Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan, hal ini sedikit aneh dan lucu. Karena Satgas pengan mengatakan beras dioplos sedangkan belum jelas bagaimana sebenarnya beras yang dioplos tersebut.
Menurutnya, masyarakat hati-hati dengan pemberitaan beras oplosan, jangan sampai menjadi takut untuk membeli beras. Karena menurutnya, PT IBU malah menjadi solusi bagi petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
"Harusnya hadirnya PT IBU dengan beli dipetani menjadi solusi. Karena PT IBU hadir membeli dengan harga mahal dari harga beli Bulog. Itu membantu petani," jelas Bhima di Jakarta dalam diskui Redbons di Kantor Okezone, iNews Tower, Jakarta, Kamis (27/7/2017)
Selain itu ia juga ia mengatakan harusnya pemerintah tidak menyalahkan PT IBU. Karena pemerintah sebaiknya menanyakan kepada petani mengapa menjual berasnya kepada PT IBU dan bukan Bulog.
"Sekarang logikanya saja, PT IBU beli lebih mahal ya jadi petani pasti jual ke lebih mahal," katanya.
Diketahui, PT IBU membeli harga gabah kering panen Rp4.600, padahal harga ketetapan pemerintah tertinggi Rp3.700. Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi ke petani tiap tahunnya sebesar Rp30 triliun.
Berdasarkan hasil laboratorium beras produksi PT IBU merek Ayam Jago mencantumkan kadar protein sebesar 14% sementara hasilnya hanya 7,72%. Lalu kadar karbohidrat tercantum 25% sementara hasilnya lebih besar yakni 81,47%. Selanjutnya kadar lemak tercantum 6% namun nilainya lebih kecil hanya 0,38%.
Selanjutnya untuk beras merek Maknyuss dalam kemasannya juga mencantumkan kadar protein sebesar 14% padahal nilainya lebih kecil yakni 7,72%. Kadar karbohidrat sebesar 27% padahal nilainya lebih besar yakni 81,47%. Untuk kadar lemak tercantum 0% padahal lebih besar yaitu 0,44%.
(Dani Jumadil Akhir)