JAKARTA - Hadirnya e-commerce disebut-sebut menjadi penyebab lesunya penjualan di pusat perbelanjaan. Meski tak bisa dikatakan salah, mengambinghitamkan toko berbasis online tak sepenuhnya tepat.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan, selain adanya peralihan transaksi jual beli dari toko retail fisik ke online, gaya hidup masyarakat juga berpengaruh besar terhadap fenomena lesunya retail.
"Belum tentu juga ada e-commerce. Kalau kita cek data produksi, kalau datanya bertumbuh itu ada pergeseran dari retail ke online. Tapi ternyata produksi melambat atau turun maka dia pindahnya bukan ke online tapi beli yang lain," katanya ditemui di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (10/8/2017).
Baca Juga:
Gaya hidup yang dimaksudnya ialah, masyarakat saat ini cenderung ingin tampil bergengsi. Mereka mengalokasikan dana untuk berjalan-jalan di mal, makan di restoran mewah. Imbasnya, mereka tak punya lagi alokasi dana untuk membeli yang lain.
"Dia jalan-jalan di mal atau di mana saja, difoto sudah cukup, makanya makanan masih oke, restoran oke, dan dia tak beli yang lain. Tapi sepatu masih beli, kalau baju kan dikurangi sama elektronik," paparnya lebih jauh.
Baca Juga:
Terkait, kecenderungan masyarakat yang mengurangi alokasi dana untuk membeli produk elektronik, sejalan dengan lesunya salah satu pusat perbelanjaan elektronik terbesar di Indonesia, yakni Glodok. Pusat belanja lain yang mayoritas menjual elektronik juga mengalami hal serupa.
"Kita lihat sekarang bahwa kalau orang ketemu temannya tidak menunjukkan handphone-nya yang paling baru, tapi menunjukkan fotonya jalan-jalan ke mana, kemudian di upload ke Facebook dan Twitter. Sehingga dia merasa saya kelas menengah karena saya jalan-jalan dan temannya juga merasa sama," tandasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)