JAKARTA - Shadow banking di Indonesia cukup marak. Lembaga keuangan nonbank yang beroperasi menerima dan menyalurkan dana masyarakat layaknya bank ini tengah berkembang di Indonesia. Namun kehadirannya bukan tanpa risiko.
Shadow banking (bank bayangan) jika dikelola secara tak bertanggung jawab apalagi oleh mereka yang berniat sekadar mencari untung secara instan, maka shadow banking sudah pasti bakal merugikan nasabahnya dengan merampas uang nasabah yang disimpang di dalamnya.
Baca juga: Menilik Kehadiran Shadow Banking
Namun demikian, Otoritas Jasa Keuangan merasa belum perlu mengeluarkan kebijakan yang mengatur beroperasi shadow banking. Padahal seperti diketahui, tak jarang orang yang tertipu oleh shadow banking yang berujung investasi bodong.
"Sementara ini kita monitor aja dulu karena kalau terlalu banyak diatur malah enggak kreatif (shadow banking)," kata Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Wimboh Santoso ditemui di Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Baca juga: Senada Janet Yellen, Agus Marto Yakin Perbankan Indonesia Tahan Krisis
OJK memang belum berencana mengeluarkan regulasi terkait shadow banking guna membatasi pergerakan mereka agar tak berujung penipuan. Namun, kata Wimboh, OJK akan terus memonitor kegiatan usaha shadow banking agar masyarakat terlindungi.
"Dimonitor harus, dimonitor dan masyarakat kita kasih edukasi biar bisa milih karena tidak semua shadow banking itu jelek. Tapi paling tidak, akan kita data dan akan kita monitor juga," paparnya.
Baca juga: Laporan Keuangan Kinclong, Bagaimana Prospek Saham Perbankan?
OJK juga memastikan bahwa praktik shadow banking sejauh ini tak menyalahi aturan, walaupun dalam operasinya mereka layaknya sebuah bank, padahal bukan lembaga perbankan. Hanya saja masyarakat memang harus memperdalam pemahaman agar tidak terjerumus ke shadow banking yang menyesatkan.
"Lembaga keuangan ini, kan sebenernya itu kan lembaga keuangan bukan bank tapi ini sudah seperti bank, apakah melakukan pelanggaran? Enggak," jelas Wimboh.
(Fakhri Rezy)