Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Hari Oeang, Simak Lahirnya Kementerian Keuangan di Tengah Kembalinya Belanda

Fakhri Rezy , Jurnalis-Selasa, 31 Oktober 2017 |10:50 WIB
Hari Oeang, Simak Lahirnya Kementerian Keuangan di Tengah Kembalinya Belanda
Ilustrasi (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Di awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi beberapa masalah di antaranya adalah datangnya tentara sekutu untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang karena kekosongan kekuasaan di Indonesia akibat kekalahan Jepang. Kedua, perundingan-perundingan dengan Belanda yang merugikan Indonesia. Kemudian, Belanda datang membonceng sekutu di akhir September 1945 dengan keinginan menguasai kembali negara jajahannya.

Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 menetapkan berlakunya mata uang bersama di wilayah Republik Indonesia (RI), yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda dan uang Jepang.

 Baca juga: Rayakan Hari Oeang ke-71, Sri Mulyani Tulis Pesan untuk Pegawai Kemenkeu via Sosmed

Di lingkup nasional, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara, dan mengangkat Presiden serta Wakil Presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI menetapkan dua keputusan penting. Pertama, membentuk 12 kementerian dalam lingkungan pemerintahan, yaitu: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehakiman, Kementerian Keuangan, Kementerian Kemakmuran, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial, Kementerian Pertahanan, Kementerian Penerangan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum.

Kedua, membagi wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi yaitu: Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kelapa, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

 Baca juga: Hari Oeang Ke-71, Sri Mulyani: Kita Harus Perangi Kebocoran APBN

Mengutip laman Kemenkeu, Jakarta, Selasa (31/10/2017), di lingkungan Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan AA Maramis pada tanggal 29 September 1945 mengeluarkan Dekrit dengan tiga keputusan penting.

Pertama, tidak mengakui hal dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang untuk menerbitkan dan menandatangani surat-surat perintah membayar uang dan lain-lain dokumen yang berhubungan dengan pengeluaran negara. Kedua, terhitung mulai 29 September 1945, hak dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diserahkan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk dan bertanggung jawab pada Menteri Keuangan.

 Baca juga: Catat! Sri Mulyani Sebut APBN Kunci Tangkal Krisis Global

Ketiga, kantor-kantor kas negara dan semua instansi yang melakukan tugas kas negara (kantor pos) harus menolak pembayaran atas surat perintah membayar uang yang tidak ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara.

Setelah dekrit ini diterbitkan, berakhirlah masa “Nanpo Gun Gunsei Kaikei Kitein” (Peraturan Perbendaharaan Pemerintah Bala Tentara Angkatan di Daerah Selatan) dan dimulailah babak baru pengurusan keuangan negara yang merdeka.

Pada masa itu, susunan pertama organisasi Kementerian Keuangan terdiri dari lima Penjabatan (Eselon I) yang terdiri dari:

1. Penjabatan Umum dipimpin oleh M. Saubari, membawahi urusan:

a. Urusan Kepegawaian

b. Urusan Perbendaharaan

c. Urusan Umum dan Rumah Tangga

2. Pejabat Keuangan dipimpin oleh Achmad Natanegara dan Wakil Kepala R. Kadarisman Notopradjarto, membawahi urusan:

a. Urusan Angaran Negara

b. Urusan Perbendaharaan dan Kas

c. Urusan uang, Bank dan Kredit

3. Penjabatan Pajak, dipimpin oleh Soetikno Slamet dibantu oleh H.A Pandelaki dan R.Soemarsono Moenthalib, membawahi urusan:

a. Urusan Perpajakan

b. Urusan Bea dan Cukai

c. Urusan Pajak Bumi

4. Penjabatan Resi Candu dan Garam, dipimpin oleh Moekarto Notowidagdo dengan Wakil Kepala R. Soewahjo Darmosoekoro.

5. Penjabatan Pegadaian yang berdiri sendiri, dipimpin oleh R. Hendarsin.

(Fakhri Rezy)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement