JAKARTA - Dewan Pengupahan mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil survei yang dilakukan, angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DKI Jakarta adalah Rp3.149.631.
Hal itu pun menimbulkan reaksi dari asosiasi buruh maupun dari sisi pengusaha. Lantas, apakah besaran UMP yang sudah diformulasikan oleh Gubernur masih bisa diubah dengan mempertimbangkan angka yang didapat dari survei KHL tersebut?
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan bahwa intinya ketetapan UMP harus mengikuti aturan yang berlaku, yakni mengacu pada PP 78. Namun Hanif tidak menjelaskan secara konkret apakah Gubernur masih bisa merevisi UMP yang mereka sudah usulkan sebelumnya.
Baca Juga: Menaker ke Gubernur: UMP 2018 Harus Diumumkan 1 November!
"Ya pokoknya ikuti aturannya," kata Hanif saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Menurut Hanif, masing-masing pihak boleh saja mengajukan tuntutannya. Namun dalam penetapan UMP yang sudah dilakukan, Hanif berpendapat kalau itu sudah dipertimbangkan secara masak oleh Gubernur.
"Menuntut boleh-boleh saja, tapi kita kan juga sudah ada aturan yang mempertimbangkan banyak kepentingan. Kepentingan dari pekerja supaya upahnya naik tiap tahun, sudah diakomodir. Jadi ada kepastian soal kenaikan (upah)," paparnya.
Baca Juga:
UMP 2018 Naik 8,71%, Bagaimana Perhitungannya?
Simak! Buruh Minta Kenaikan Upah Minimum Rp675.000 di 2018
Meski dipastikan mengalami kenaikan, kenaikan upah kata Hanif juga mempertimbangkan unsur-unsur pengusaha. Maka semestinya kenaikan upah yang sudah ditetapkan oleh masing-masing provinsi tidak akan mengganggu stabilitas dunia usaha ketika diimplementasikan.
"Kalau tahu-tahu bisa melejit itu kan bisa mengguncangkan dunia usaha dan berdampak pada tenaga kerja juga. Juga kepentingan calon pekerja, mereka-mereka yang masih menganggur yang butuh pekerjaan. Jadi jangan sampai yang sudah bekerja menghambat mereka yang belum bekerja," tandasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)