JAKARTA - Pembukaan perdagangan di awal tahun 2018 diawali dengan penguatan nilai tukar Rupiah. Seperti yang dikutip dari situs resmi BI, pada saat penutupan (29/12/2017) Rupiah tercatat Rp13.548 per USD dan saat pembukaan (2/1/2018) tercatat menguat 6 poin menjadi Rp13.542 dan hari ini juga tercatat menguat 44 poin menjadi Rp13.498 per USD.
Sedangkan dari data Blomberg, pada penutupan terakhir 2017, Rupiah juga menguat dari Rp13.561 per USD pada 27 Desember 2017 menjadi Rp 13.490 per USD hari ini.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengakui selama tahun 2017 ini, Indonesia justru mengalami depresiasi yakni 0,7% padahal di 2016 terjadi apresiasi sebesar 2,3%. Namun di awal pembukaan terjadi penguatan tajam lebih karena faktor domestik.
Baca Juga: Rupiah Awali 2018 dengan Menguat ke Rp13.547/USD
Agus menilai di awal tahun ini, semakin banyak investor yang percaya kepada Indonesia menjadi faktor dominan penguatan Rupiah.
"Saya melihat bahwa faktor confident terhadap ekonomi domestik itu banyak berperan," ungkap Agus di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (3/1/2018).
Agus mengatakan hal ini terlihat dari dana asing yang masuk ke pasar modal selama 2 minggu terakhir mengalami peningkatan. Ini juga berperan terhadap tersedianya valuta asing (valas) sehingga faktor domestik lebih berperan.
"Jadi saya ingin respons kalau Rupiah itu terjadi penguatan secara umum karena ekonomi nasional dalam kondisi baik. Kondisi di luar negeri memang ada risiko, dan risiko itu antara lain adalah resiko karena (penetapan peraturan) pajak di AS," jelasnya.
Baca Juga: Dolar AS Terperosok, Rupiah Langsung Terbang ke Rp13.498/USD
Seperti diketahui, pada akhir Desember lalu Bank Sentral AS telah menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dan pada tahun ini akan kembali menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali sehingga ia harus diwaspadai lagi agar tidak mengguncang kinerja keuangan Indonesia.
"Kita tahun The Fed di 2018 akan naik kan lagi suku bunga 3 kali. Jadi kondisi di luar negeri kurang lebih tidak terlalu berubah tapi confident terhadap ekonomi Indonesia itu baik dan itu tercermin dari pasar modal yang closingnya bagus dan saat opening juga menunjukkan peningkatan," paparnya.
Sementara itu, Agus juga menyatakan bahwa gejolak nilai tukar di 2017 lebih baik dibandingkan tahun 2016 lalu. Hal ini menunjukka bahwa nilai tukar rupiah masih terjaga.
"Nilai tukar terjaga, bahkan volatalitas nilai tukar itu bisa dikatakan sepanjang 2017 ada di kisaran 3% padahal tahun sebelumnya ada di kisaran 8%. Jadi menunjukkan bahwa stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan di Indonesia terjaga, jadi ada kondisi positif bagi ekonomi Indonesia," tukasnya.
(Dani Jumadil Akhir)