Redi menuturkan, atas dasar itikad yang tidak baik dan beberapa komitmen Freeport yang tidak terealisasi, maka proses perundingan Freeport dipastikan tidak selesai di akhir 2017. "Ini tidak akan selesai. Padahal amanat negosiasi sejak 2009 sudah 8 tahun tanpa hasil. Pemerintah gagal bernegosiasi," tuturnya. Untuk 2018, Redi memproyeksikan, perundingan Freeport yang tidak beres di 2017 akan kembali dilanjutkan. Namun dengan adanya perubahan komposisi perundingan yakni, bukan membeli saham tapi membeli hak partisipasi Rio Tinto sebesar 40% di Freeport.
Baca juga: IUPK Freeport Diperpanjang hingga Juni 2018, Sri Mulyani: Ini Bagian dari Proses "Pemerintah pasti ingin tetap lanjut. Freeport semestinya juga mau tetap lanjut. Tapi dengan perubahan komposisi karena Rio Tinto hadir. Dengan demikian maka Freeport akan cenderung pasif dalam perundingan karena posisi mereka yang sudah dapat kepastian tadi sudah sangat aman," ujarnya. Sebelumnya, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjelaskan, untuk melakukan divestasi 51% saham Freeport Indonesia, maka hak partisipasi Rio Tinto juga harus diakuisisi. Oleh karena itu pemerintah akan segera mengakuisisi hak partisipasi perusahaan tambang asal Inggris-Australia, Rio Tinto sebesar 40%.
Baca juga: Bisakah Hak Partisipasi Rio Tinto Dikonversi Jadi Saham Freeport? Pengambil alihan hak partisipasi Rio Tinto akan dilakukan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ditugaskan oleh pemerintah. Rencana tersebut diungkapkan oleh Jonan ketika melakukan Rapat Kerja bersama dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Untuk mencapai 51%, 40% participating interest Rio Tinto itu akan diakuisisi oleh BUMN yang ditugaskan oleh Pemerintah Indonesia, bersama-sama dengan BUMD dan suku-suku besar yang terkait dengan operasi Freeport Indonesia," ungkap Jonan.
Selanjutnya, kata Jonan, pemerintah juga akan segera mengambil alih saham Freeport Indonesia yang dibeli oleh Freeport Mc Moran melalui PT Indocopper.